ASPEK.ID, JAKARTA – Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi (SKK Migas), Dwi Soetjipto, mengajak seluruh stakeholders untuk bersama-sama membangun harapan dan optimisme karena Indonesia masih memiliki potensi migas yang sangat besar.
Indonesia dikatakan Dwi Soetjipto saat ini memiliki 128 cekungan dan dari jumlah tersebut yang sudah di eksplorasi sebanyak 54 cekungan dan yang sudah berproduksi sebanyak 18 cekungan.
Dari hasil ekplorasi 18 cekungan yang produksi tersebut, bisa menyumbang cadangan sebesar 3,5 miliar barel. Sisanya, alias 36 cekungan, memiliki potensi kandungan migas sebesar 7,5 miliar barel.
“Masih ada 74 cekungan dengan potensi 7,5 miliar barrel, yang disitulah terkandung harapan akan penemuan migas di masa mendatang,” kata Dwi Soetjipto dalam acara Economic Outlook yang diselenggarakan IDX Channel di Js Luwansa Hotel Jakarta, Senin (14/10/2019).
SKK Migas dikatakan Dwi saat ini fokus pada 10 potential giant discovery dan aktif menawarkan blok tersebut kepada investor potensial termasuk international oil company (IOC).
“Membicarakan kondisi migas saat ini, maka perlu untuk melihat perjalanan hulu migas di Indonesia bahwa apa yang pernah dinikmati berupa produksi migas yang tinggi, maka akan diawali dengan penemuan cadangan migas dalam jumlah yang sangat signifikan,” ujarnya.
Sebagai contoh, Dwi mengatakan penemuan blok Duri dan Minas sebelum Indonesia merdeka, maka blok ini memberikan kontribusi selama 37 tahun dan mencapai puncaknya di tahun 1976 saat blok tersebut berproduksi dalam jumlah tertingginya sehingga di tahun 1976 tercatat Indonesia memproduksi minyak terbesar sampai saat ini.
Kemudian saat produksi gas mencapai angka produksi tertinggi di tahun 2006-2012 adalah berkat penemuan giant discovery di lapangan Attaka, Arun, Natuna D-Alpha, Widuri, Kangean dan lainnya ditemukan sepanjang tahun 1970 sampai dengan 1988.
Keterlambatan melakukan penemuan-penemuan sumber migas yang baru dalam jumlah signifikan selepas tahun 2000 menjadi salah satu faktor terjadinya decline produksi migas yang terjadi sejak tahun 2012 sampai saat ini.
“Kerja keras untuk mengurangi laju penurunan, mampu menekan potensi penurunan sebesar 20% secara alamiah jika tidak dilakukan apa-apa dan saat ini berhasil ditekan di angka sekitar 3%,” imbuhnya.