ASPEK.ID, JAKARTA – PT Dirgantara Indonesia (Persero) mengaku membutuhkan tambahan dana kurang lebih Rp 70 miliar untuk produksi massal pesawat tanpa awak alias drone.
Hal tersebut sesuai dengan permintaan Presiden Jokowi yang menginginkan agar drone yang diberi nama Elang Hitam itu bisa diproduksi massal dari target di tahun 2024, dipercepat pada tahun 2022.
“Biaya produksi (tambahan) butuh Rp 60 miliar-70 miliar. Ini sudah termasuk senjata dan sebagainya,” kata Direktur Utama PTDI Elfien Goentoro dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (12/2).
Pengerjaan drone itu dikatakan Elfien akan dikerjakan oleh konsorsium yang terdiri dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Institut Teknologi Bandung (ITB), Kementerian Pertahanan (Kemhan), TNI Angkatan Udara, LAPAN, PT LEN dan PT Dirgantara Indonesia (PTDI).
“Ini kita diminta speed up makanya kita melakukan integrasi daripada kemampuan kompetisi yang ada di Indonesia dengan 7 lembaga yang ada di Indonesia, yang lead integrator-nya adalah PT DI sendiri,” sambungnya.
Saat ini, drone yang tengah diproduksi PTDI adalah Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) jenis Medium Altitude Long Endurance (MALE). Drone ini sekilas terlihat mirip MQ-9 milik AS dan CH-4 kepunyaan China.
PUNA MALE mengikuti Design, Requirement, and Objectives (DRO) yang disepakati untuk dipergunakan oleh TNI Angkatan Udara (TNI AU).
Kemampuan drone ini diantaranya mampu mengudara dan mendarat di landasan pendek 700 meter, mengudara hingga ketinggian 20 ribu kaki atau 6 ribu meter, memiliki kecepatan maksimal 235 kilometer per jam, dengan durasi mengudara maksimal hingga 30 jam serta mampu mengusung beban hingga 300 kilogram.
Kemampuan tersebut ditargetkan bisa menyampai drone CH-4 produksi Cina yang belum lama dimiliki oleh TNI AU. Drone ini ditargetkan terbang pada 2024. Drone dirancang bisa mengangkut roket. Rencananya PUNA MALE akan di integrasikan dengan roket FFAR kaliber 70 milimeter produksi PTDI.