Pemerhati penerbangan Alvin Lie menjelaskan beban utang masa lalu yang ditanggung oleh PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) tak dapat dihapus dengan mengembalikan dan menegosiasikan puluhan pesawat kepada para lessor. Dari rencana restrukturisasi yang telah disampaikan ke lessor, Garuda mendorong anak usahanya Citilink mengoperasikan lebih banyak pesawat. Secara perlahan, lanjutnya, kapasitas bisnis yang dimiliki oleh Garuda bakal menyusut.
Menurutnya, langkah mengembalikan pesawat yang ditempuh oleh Garuda saat ini hanya dapat menghentikan beban keuangan masa depan tetapi tidak untuk beban utang masa lalu. Kelancaran pembayaran utang tersebut menjadi bergantung kepada kapasitas penghasilan yang dimiliki.
“Tapi kalau dengan semakin sedikit pesawat dioperasikan, makin sedikit rute dilayani, semakin kecil penghasilan. Lessor dan kreditur jugaakanmenanyakan berapa lama pengembalian atau pelunasan hutang-hutangnya. Jadi, ini masih merupakan tantangan tersendiri enggak hanya Garuda tapi juga pemilik dari Garuda,” sebutnya, Selasa (21/9/2021).
Alvin berpendapat pemilik saham harus terlibat setidaknya menalangi pembayaran. Minimal, katanya, pada tahap awal agar hutang Garuda lancar. Tanpa jaminan pembayaran hutang berjalan lancar, dia berpendapat proposal restrukturisasi akan sulit diterima oleh lessor dan kreditur.
“Kalau gagal restrukturisasi ya kemungkinan PKPU jalan gugatan kepailitan. Apakah PKPU akan berhasil ini tantangan besar. Garuda nggak mungkin dibiarkan sendirian. Paling nggak ada yang membantu menyuntikkan dana segar dan membayar tunggakan agar kewajiban Garuda menjadi lancar bukan tertunda lagi,” jelasnya.
Ketua Masyarakat Hukum Udara Andre Rahadian memprediksikan Garuda akan lebih berkonsentrasi ke pasar domestik dan regional dari jenis pesawat yang dikembalikan kepada lessor dan yang dipilih untuk tetap dioperasikan.
“Kami melihat akan adanya Garuda yang lebih kecil dan akan bersaing di level domestik dan regional,” ucapnya.
Kondisi global aviasi saat ini membuat leverage dari operator yang hendak mengembalikan pesawat menjadi lebih mudah. Tetap ada konsekuensi biaya yang dibayar dengan negosiasi dan pembayaran penalti.
Dia berpendapat hutang sewa pesawat yang ditanggung oleh maskapai Garuda masih memungkinkan untuk direstrukturisasi tetapi juga akan bergantung kepada proposal yang saat ini diajukan oleh Garuda dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Keberhasilan proposal restrukturisasi yang ditawarkan, tekannya, harus melibatkan cicilan atau jaminan penggunaan pesawat kedepannya.