ASPEK.ID, JAKARTA – Anggota Komisi II dari Fraksi Demokrat, Zulkifli Anwar menilai bahwa rencana Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil yang menargetkan 100% tanah bersertifikat pada tahun 2025, tidak jelas.
Hal tersebut disampaikan legislator asal Dapil Lampung 1 itu didepan Menteri ATR/BPN yang didampingi Wakil Menteri Surya Tjandra lantaran tidak ada angka atau jumlah pasti yang bisa diukur.
“Harusnya target di breakdown dengan jelas supaya kita ngukur-nya juga gampang. Oh tahun ini tercapai, tahun ini enggak, begitu,” katanya dalam rapat kerja di ruang Komisi II DPR RI dilansir Detikcom, Senin (11/11/2019).
Sementara itu, Anggota Komisi II Fraksi PAN Gupardi Gaus mengungkapkan bahwa, Kementerian ATR/BPN harus mempercepat dan mempermudah urusan sertifikat tanah.
“Ini saya gemas nih Pak (Sofyan). Jadi kalo bapak berada di daerah-daerah, kasihan kita Pak. Sudah diperlama, diperumit, ujung-ujungnya duit,” imbuh Gupardi.
Selain itu, dia juga menyampaikan bahwa masih banyaknya tanah yang memiliki Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) yang tidak sesuai dengan statusnya.
“Selama ini pemerintah hanya mengejar kuantitas, tanpa mempertimbangkan status tanah,” timpal dia.
Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil sebelumnya mengatakan, salah satu target kerja ke depan adalah dengan membuat daftar kepemilikan tanah atau sertifikasi di seluruh Indonesia.
“Target mendaftarkan seluruh bidang tanah diseluruh Indonesia, targetnya 2025,” kata Sofyan.
Untuk mencapai itu, Sofyan mengatakan Kementerian ATR membuat program digitalisasi pertanahan dan pada 2024 kantor pertanahan di seluruh Indonesia ditargetkan sudah berbasis elektronik serta akan dilakukan ujicoba di 42 kantor pertahanan dulu.
RUU Pertanahan sebelumnya juga batal disahkan oleh DPR pada 24 September 2019 atas permintaan dari pemerintah karena masih ada poin-poin dalam rancangan aturan yang masih perlu didiskusikan.
Sofyan menilai UU Pertanahan ini harus segera terwujud karena banyak sekali masalah di lapangan karena saat ini banyak sekali masalah pertanahan yang tidak bisa diselesaikan UU lama.
“Ada yang pengaturan selama ini dengan kepala badan menteri. Kalau dibawa ke pengadilan, kami kalah, karena harus diatur dengan UU,” ujarnya.