ASPEK.ID, JAKARTA – PT Bukit Asam Tbk berhasil melakukan penjualan saham treasuri yang berasal dari pembelian kembali saham periode tahun 2013-2015 sebanyak 96 juta saham dengan harga Rp 2.500 per lembar saham pada Selasa (4/12).
Harga ini tidak lebih rendah dari harga rata-rata penutupan selama sembilan puluh hari terakhir sebelum tanggal penjualan yakni senilai Rp 2.436 per saham sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 30/POJK.04/2017 tentang Pembelian Kembali Saham yang Dikeluarkan oleh Perusahaan Terbuka.
Sebelumnya, Bukit Asam juga telah melakukan penjualan saham treasuri pada April 2019 sebanyak 63,17 juta lembar saham dengan harga Rp 4.220 per lembar saham dan Mei 2019 lalu sebanyak 490, 72 juta lembar saham dengan harga Rp 3.400 per lembar saham, sehingga harga rata-rata penjualan sebesar Rp 3.347.
Hingga Desember 2019, total penjualan saham treasuri telah mencapai 649, 98 juta lembar saham atau senilai Rp 2,17 Triliun. Hasil penjualan saham treasuri ini nantinya akan digunakan untuk pembiayaan sejumlah proyek pengembangan Bukit Asam yang sedang berjalan, khususnya proyek gasifikasi untuk mendukung program hilirisasi yang dicanangkan oleh pemerintah. (rel)
Profil PT Bukit Asam
Sejarah pertambangan batu bara di Tanjung Enim dimulai sejak zaman kolonial Belanda tahun 1919 dengan menggunakan metode penambangan terbuka (open pit mining) di wilayah operasi pertama, yaitu di Tambang Air Laya.
Selanjutnya pada 1923 beroperasi dengan metode penambangan bawah tanah (underground mining) hingga 1940, sedangkan produksi untuk kepentingan komersial dimulai pada 1938. Seiring dengan berakhirnya kekuasaan kolonial Belanda di tanah air, para karyawan Indonesia kemudian berjuang menuntut perubahan status tambang menjadi pertambangan nasional.
Pada 1950, Pemerintah RI kemudian mengesahkan pembentukan Perusahaan Negara Tambang Arang Bukit Asam (PN TABA). Pada 1981, PN TABA kemudian berubah status menjadi Perseroan Terbatas dengan nama PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk, yang selanjutnya disebut Perseroan.
Dalam rangka meningkatkan pengembangan industri batu bara di Indonesia, pada 1990 Pemerintah menetapkan penggabungan Perum Tambang Batubara dengan Perseroan.
Sesuai dengan program pengembangan ketahanan energi nasional, pada 1993 Pemerintah menugaskan Perseroan untuk mengembangkan usaha briket batu bara. Pada 23 Desember 2002, Perseroan mencatatkan diri sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia dengan kode “PTBA”.