ASPEK.ID, JAKARTA – Data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat harga saham PT Agung Podomoro Tbk atau APLN, Selasa (2/9/2019) naik 30,85% ke level Rp 246/saham. Volume perdagangan mencapai 434,74 juta unit senilai Rp 97,77 miliar.
Harga saham APLN melesat hingga 31% pada perdagangan siang ini. Dilansir dari laman CNBC Indonesia, beredar kabar di kalangan pelaku pasar, emiten properti ini akan menjual aset berupa mal yang dimiliki perseroan.
Mal Central Park dan Senayan City (Sency), dua mal yang menjadi tempat tongkrongan anak muda ibukota dikabarkan akan dijual. Nilai penjualan Central Park bahkan dikabarkan mencapai Rp 4 triliun.
Kedua mal tersebut merupakan milik APLN dan rencana penjualan aset ini sebenarnya sudah terembus sejak perseroan mengalami kesulitan likuiditas. Kendati tanah di sana adalah milik pemerintah.
Menanggapi hal itu, Direktur Keuangan APLN Cesar De La Crus dan Corporate Secretary APLN Justini Omas enggan menanggapi perihal rumor tersebut. Begitu juga dengan Direktur APLN Agung Wirajaya.
“Maaf saya sedang rapat,” kata Cesar singkat.
“Saya tidak berkapasitas menjawab rumor tersebut,” ujar Agung masih dilansir dari laman CNBC Indonesia.
Kesulitan likuiditas masih dialami Agung Podomoro Land dan membuat rating atau peringkat perusahaan diturunkan menjadi CCC- dari sebelumnya B- oleh Fitch Ratings.
Penurunan peringkat ini mencerminkan risiko refinancing dan risiko likuiditas yang meningkat, seiring dengan penundaan rencana perusahaan mencari pendanaan pada Mei 2019 yang akan digunakan untuk mendanai kembali obligasi domestik jangka pendek dan melunasi kredit sindikasi Rp 1,17 triliun.
Berdasarkan laporan Fitch yang dirilis 17 Juli 2019, APLN dianggap gagal mengumpulkan dana yang cukup dari perbankan lokal untuk membiayai kembali Rp 1,3 triliun obligasi domestik perusahaan dan Rp 1,3 triliun utang sindikasi yang jatuh tempo antara Juni 2019 dan Januari 2020.
Hingga akhir Juni 2019, arus kas operasi APLN tercatat minus Rp 880,23 miliar. Hal ini sudah menjadi indikasi rendahnya tingkat likuiditas perusahaan.
PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) pun ikut menurunkan peringkat APLN menjadi BBB dengan outlook credit watch dengan implikasi negatif. Penurunan ini disebabkan karena kondisi likuiditas perusahaan yang terbatas untuk melakukan pembiayaan kembali (refinancing) utang yang akan jatuh tempo 12 bulan ke depan.