Jokowi kesal karena anggaran program prioritas tidak digunakan secara optimal karena lebih banyak dihabiskan di meja rapat dan untuk perjalanan dinas. Permasalahan itu ditemukan Jokowi saat mengecek pemanfaatan anggaran di suatu daerah untuk program penurunan angka stunting atau tengkes. Jokowi mengungkapkan, dari total dana Rp 10 miliar yang dianggarkan untuk program stunting, hanya Rp 2 miliar yang dimanfaatkan secara konkret.
Sedangkan Rp 8 miliar lainnya digunakan untuk kepentingan perjalanan dinas, rapat, serta program penguatan dan pengembangan lainnya. Hal ini disampaikan Jokowi dalam sambutannya di acara peresmian pembukaan rakornas pengawasan intern pemerintah tahun 2023, di Jakarta, Rabu (14/6/2023).
“Baru saja minggu yang lalu saya cek di APBD Mendagri, coba saya mau lihat Rp 10 M untuk stunting. Cek perjalanan dinas Rp 3 M, rapat-rapat Rp 3 M, penguatan pengembangan blablabla Rp 2 M, yang untuk benar-benar beli telur itu gak ada Rp 2 M. Kapan stunting-nya akan selesai kalau caranya seperti ini,” kata Jokowi dikutip dari republika.
Karena itu, Jokowi menegaskan agar cara penganggaran seperti itu harus diubah. Seharusnya, menurut dia, Rp 8 miliar dari Rp 10 miliar yang dianggarkan digunakan langsung untuk pengadaan makanan sehat bagi masyarakat.
Selain soal anggaran stunting, Jokowi kembali mencontohkan anggaran daerah untuk pengembangan UMKM. Dari total anggaran Rp 2,5 miliar, sebanyak Rp 1,9 miliar di antaranya digunakan untuk honor dan perjalaan dinas. Sedangkan sisanya, yakni Rp 600 juta juga masih digunakan untuk program pemberdayaan, pengembangan, dan lainnya.
“Itu nanti sisanya yang Rp 0,6 M yang Rp 600 juta itu nanti juga masih muter-muter saja. Pemberdayaan, pengembangan, istilah-istilah yang absurd, gak konkret. Langsung ajalah. Itu untuk modal kerja, untuk beli mesin produksi, untuk marketing, ya kalau pengembangan UMKM mestinya itu, untuk pameran, jelas,” kata Jokowi menegaskan.
Jokowi juga menyinggung soal anggaran pembangunan balai di suatu daerah yang sebesar Rp 1 miliar. Seharusnya dari total anggaran itu, sebanyak Rp 900 juta digunakan untuk pembangunan balai.
Namun, setelah ia cek secara detail, sebanyak 80 persen dari total anggaran pembangunan digunakan untuk honor, rapat, dan perjalanan dinas. “Ini sudah tidak bisa lagi bapak ibu sekalian,” kata dia.
Begitu juga, dengan anggaran pengentasan kemiskinan di daerah. Jokowi menyebut hanya 1 persen dari total dana yang dianggarkan pemerintah daerah, yang digunakan secara konkret untuk program pengentasan kemiskinan.
Karena itu, Jokowi meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan pengawasan, pengawalan, dan pengarahan, baik kepada pemerintah pusat maupun daerah dalam menggunakan anggarannya. Sehingga, penggunaan anggaran bisa lebih produktif dan memberikan hasil yang optimal.
“Dan inilah tugas berat BPKP ada di sini. Begitu bisa membalikkan 80 (persen)-nya yang untuk konkret, 20 (persen)-nya yang untuk honor, perjalanan dinas, rapat, itu baru. Anggaran APBN, anggaran APBD itu produktif. Karena tangan BPKP itu sampai di provinsi, kabupaten, dan kota,” ujar Jokowi.
Jokowi menegaskan, orientasi penggunaan anggaran harus diubah, yakni dari orientasi prosedur menjadi orientasi hasil. Sehingga hasil dari penggunaan anggaran suatu program pun lebih konkret dan optimal.
Presiden menegaskan, peran pengawasan terhadap berbagai pelaksanaan program pemerintah sangat penting. Hal itu menjadi salah satu alasannya sering meninjau dan mengecek ke lapangan. Sehingga bisa dipastikan, program yang disusun benar-benar bermanfaat untuk rakyat.
photo
Jokowi menilai, selama ini pemerintah lemah dalam hal pengawasan. Karena itu, perlu pengecekan pelaksanaan setiap program hingga tingkat bawah.
“Karena memang kita lemah di sisi itu. Jika tidak diawasi, hati-hati, jika tidak cek langsung, jika tidak dilihat dipelototi satu-satu, hati-hati kita lemah di situ. Dipelototi kita turun ke bawah, itu saja masih ada yang bablas. Apalagi tidak,” ujarnya.
Jokowi pun meminta agar dilakukan penguatan pengawasan pelaksanaan program. Ia juga mengingatkan agar tak perlu ada data yang ditutup-tutupi. Jika memang ditemukan kesalahan, perlu dilakukan perbaikan. Di sisi lain, Jokowi juga meminta seluruh daerah agar tak mengabaikan rekomendasi-rekomendasi yang diberikan BPKP.
Kepala BPKP, Muhammad Yusuf Ateh, dalam sambutannya di acara rakornas pengawasan intern menyampaikan sejumlah hasil pengawasan terhadap program prioritas pemerintah. Ia mengungkapkan, penyelesaian kasus stunting di 378 daerah di Indonesia tidak sesuai target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Di sektor pendidikan, menurut dia, kualitas ruang kelas sekolah masih perlu ditingkatkan pada 241 daerah provinsi/kabupaten/kota. Pada sektor infrastruktur, ia mengungkapkan terdapat 58 Proyek Strategis Nasional (PSN) yang pembangunannya belum dimulai, dan kondisi tersebut diikuti dengan risiko keterlambatan penyelesaian proyek, serta tidak optimalnya manfaat pembangunan proyek yang dihasilkan.
Kemudian, ia mengungkapkan perencanaan dan penganggaran untuk daerah belum optimal, yang mana BPKP menemukan bahwa sebanyak 43 persen program berpotensi tidak optimal, mengacu sasaran pembangunan pada daerah yang diuji petik.
Selain itu, pihaknya menemukan ada potensi pemborosan alokasi belanja daerah sebesar 21 persen dari nilai anggaran yang diuji petik. Dalam kesempatan itu, pihaknya mengungkapkan pelaksanaan pengawasan intern dalam upaya pengawalan dan pendampingan, belum sepenuhnya diterima dengan baik oleh pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah (K/L/D).
“Di lapangan, masih kerap terjadi penolakan atau penghalangan terhadap upaya pengawalan, yang kami rancang untuk dilakukan sejak tahap awal program/kegiatan,” ujar Ateh.