Jokowi kesal Rp 278 triliun uang APBD masih mengendap di bank. APBD yang mengendap di bank terealisasi dan dibelanjakan, maka bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah. Mendagri Tito Karnavian, menjelaskan penyebab dana APBD masih mengendap di bank. Ia mengaku beberapa daerah realisasi belanjanya masih di bawah 50 persen hingga November ini.
“Ada yang masih 44 persen belanjanya di November. Harusnya kalau sudah November itu 70 persen ke atas. Nasional rerata itu 76,1 persen,” kata Tito, Jakarta, Rabu (30/11) dikutip dari kumparan.
Tito membeberkan salah satu alasannya, yakni banyak kontrak yang akan dibayar pada akhir tahun. Pemda akan membayar ketika proyek kontrak telah selesai berlangsung.
“Kalau itu dibayarkan sebelum kontrak selesai, bisa menjadi masalah hukum. (Alasan) kedua, kendala kelambatan pada waktu lelang yang mengakibatkan proyeknya belum berjalan, atau terlambat berjalannya,” kata Tito.
Alasan ketiga, kata Tito, yaitu ada pemimpin daerah yang kurang mampu untuk mengkoordinasikan, atau tidak terlalu peduli dengan angka belanja daerah. Mereka hanya bekerja secara rutin.
“APBD ini adalah salah satu instrumen yang sangat penting untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi masyarakat. Ada uang beredar di masyarakat sehingga memperkuat daya beli masyarakat, konsumsi rumah tangga,” tutur Tito.
Tito menemukan penyebab dana APBD mengendap juga karena persoalan politik antara kepala daerah dan DPRD. Kadang-kadang, DPRD tidak menyetujui pengajuan anggaran yang disampaikan kepala daerah.
“Ya mungkin karena ada alasan-alasan tertentu, saya tidak mengerti. Ini saya mohon kepada kepala daerah, ini tinggal satu bulan lagi. Kita akan genjot, dan saya akan umumkan nantinya daerah terendah,” terang Tito.
Sama seperti tahun 2021, Tito akan memberikan teguran tertulis untuk belanja daerah terendah. Dia pernah memberikan teguran tertulis kepada 19 Gubernur pada 2021.
“Mudah-mudahan saja nanti akan banyak yang membayar proyek yang dibayar di akhir tahun sesuai kontrak, baiknya memang di atas 80 persen,” ujar Tito.
Tito mengungkapkan provinsi dengan realisasi belanja daerah terendah hingga saat ini yakni Sulawesi Tengah sebesar 44 persen. Lalu disusul oleh Kalimantan Timur sebesar 49 persen, Papua Barat sebesar 53 persen, Bangka Belitung sebesar 54 persen, Jambi sebesar 60 persen, Kalimantan Utara sebesar 61 persen, dan Papua sebesar 62 persen.
“Enggak bisa akan bisa mengejar (target realisasi hingga akhir tahun), apalagi mereka yang masih 40 persen-an, kalau nanti bisa sampai 70 persen itu adalah keajaiban,” tukas Tito.