ASPEK.ID, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) memanggil 7 orang saksi terkait kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) pada Senin (13/1/2020).
“Tujuh orang saksi dijadwalkan memenuhi panggilan tim Jaksa Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono lewat keterangan tertulis, Senin (13/1).
Ketujuh saksi itu yaitu Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 3 Bursa Efek Indonesia (BEI) Goklas AR Tambunan, Kepala DIvisi Penilaian Perusahaan 2 BEI Vera Florida dan Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan BEI Irvan Susandy.
Kemudian, Kepala Unit Pemeriksaan Transaksi BEI Endra Febri Styawan, Kepala Divisi Perusahaan 1 BEI Adi Pratomo Aryanto, mantan Direktur PT OSO Manajemen Investasi Lies Lilia Jamin dan Syahmirwan.
Dalam penanganan kasus tersebut seperti dilansir laman Kontan, Kejagung telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan dengan nomor PRINT-33/F.2/Fd.2/12/2019 tertangal 17 Desember 2019. Tim penyidik mengaku sudah memeriksa 98 saksi.
Kemudian, sejak Jumat (27/12) hingga Kamis (9/1), Kejagung sudah memanggil 27 orang saksi terkait kasus tersebut. Selain itu, Kejagung juga sudah mengajukan pencegahan ke luar negeri untuk 13 orang terkait kasus ini.
Pihak yang dicegah ke luar negeri terdiri dari pegawai Jiwasraya dan pihak swasta, yaitu HR, DYA, HP, MZ, DW, GL, ER, HH, BT, dan AS. Kemudian, Syahmirwan, Agustin Widhiastuti dan Mohammad Rommy. Kendati demikian, Kejagung belum menetapkan satu pun seorang tersangka.
Kasus ini bermula dari adanya laporan yang berasal dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (Sdri. Rini M. Soemarno) Nomor : SR – 789 / MBU / 10 / 2019 tanggal 17 Oktober 2019 perihal Laporan Dugaan Fraud di Jiwasraya.
Ada dugaan penyalahgunaan investasi yang melibatkan grup-grup tertentu (13 perusahaan) yang melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).
Akibat adanya transaksi-transaksi tersebut, Jiwasraya sampai dengan bulan Agustus 2019 seperti dilansir laman CNBC Indonesia, menanggung potensi kerugian negara sebesar Rp 13,7 Triliun.
“Potensi kerugian tersebut timbul karena adanya tindakan yang melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik, yakni terkait dengan pengelolaan dana yang berhasil dihimpun melalui program asuransi JS Saving Plan,” jelas ari.
Asuransi JS Saving Plan telah mengalami gagal bayar terhadap klaim yang telah jatuh tempo sudah terprediksi oleh BPK-RI sebagaimana tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas pengelolaan bisnis asuransi, investasi, pendapatan dan biaya operasional.
Hal ini terlihat pada pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi yang dilakukan oleh PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang telah banyak melakukan investasi pada aset-aset dengan High Risk (risiko tinggi) untuk mengejar High Return (keuntungan tinggi), antara lain:
1. Penempatan Saham sebanyak 22,4% senilai Rp 5,7 Triliun dari Aset Finansial
Dari jumlah tersebut, 5% dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik (LQ 45) dan sebanyak 95% nya dana ditempatkan di saham yang berkinerja buruk.
2. Penempatan Reksa Dana sebanyak 59,1% senilai Rp 14,9 Triliun dari Aset Finansial
Dari jumlah tersebut, hanya 2% yang dikelola oleh manager investasi Indonesia dengan kinerja baik (Top Tier Management) dan 98%-nya dikelola oleh manager investasi dengan kinerja buruk.