ASPEK.ID, JAKARTA – Peringkat utang konsorsium pengembang properti PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) diturunkan oleh Moody’s, lembaga pemeringkat kredit global, menjadi Caa1 dengan outlook negatif.
Outlook negatif mencerminkan ekspektasi pelemahan likuiditas perseroan karena bergantung pada penjualan aset dan pendanaan eksternal untuk memenuhi kebutuhan kasnya.
Penurunan rating utang disebabkan oleh sejumlah tantangan yang dihadapi perseroan ke depannya. Agung Podomoro Land ditargetkan bisa menyelesaikan penjualan lahan industri dan kepemilikan sisa sahamnya di Central Park Mall pada tahun ini.
“Peringkat dengan outlook negatif mencerminkan risiko pembiayaan kembali (refinancing) Agung Podomoro Land yang tinggi selama 12-18 bulan ke depan,” sebut Moody’s dalam risetnya sebagaimana dikutip dari laman CNN, Senin (19/7).
Namun, Moody’s memprediksi ketidakpastian terkait penyelesaian target itu tepat waktu mengingat pemerintah menerapkan PPKM darurat akibat lonjakan kasus covid-19.
“Kami memperkirakan pendapatan Agung Podomoro Land dari investasi properti investasi tidak berubah pada 2021. Pendapatan dari bisnis pengembangan diprediksi turun signifikan jika penjualan aset tersebut tidak dilakukan. Akibatnya metrik kredit perseroan melemah selama 12-18 bulan ke depan,” papar Moody’s.
Sepanjang semester I 2021, penjualan inti perseroan meningkat signifikan menjadi Rp1 triliun. Dengan capaian itu, Moody’s memperkirakan penjualan sepanjang tahun Agung Podomoro Land bisa mencapai Rp1,6 triliun, atau masih di bawah target yakni Rp2 triliun-Rp2,5 triliun.
Namun, Moody’s menyatakan posisi kredit perseroan tetap melemah jika penjualan aset tidak dilakukan, meskipun penjualan produk mereka mencapai Rp1 triliun di paruh 2021 ini.
“Pemasaran inti meningkat secara signifikan di semester I 2021, tetapi metrik kredit akan melemah jika penjualan aset tidak dilakukan,” katanya.
Selain penjualan aset dan saham, metrik kredit Agung Podomoro Land berpotensi melemah apabila kinerja operasional seluruh ritel dan hotel tetap lesu sepanjang 2021, serta pemulihan ke level sebelum pandemi tidak terjadi hingga 2023.
Moody’s mencatat perusahaan pengembang memiliki delapan mal, dua gerai ritel, satu tower perkantoran, dan delapan hotel di seluruh Indonesia per 31 Maret 2021. Semua properti itu menyumbang 23 persen atau Rp963 miliar dari total pendapatannya per kuartal I 2021.
“Kami memperkirakan kinerja operasional mal dan hotel tetap lemah sepanjang 2021, dan pemulihan ke tingkat pra-pandemi tidak mungkin terjadi hingga 2023,” imbuh Moody’s.
Selain itu, prospek kredit perseroan memburuk lantaran dibayangi ketidakpastian pada proyek reklamasi di Teluk Jakarta. Pada 6 September 2018, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencabut izin 13 reklamasi dari 17 pulau di Teluk Jakarta.
Sementara, reklamasi pulau G yang juga dikenal sebagai Kota Pluit, dibiarkan terus berlanjut selama perseroan menyerahkan 5 persen dari total hak reklamasi tanah kepada PT Jakarta Propertindo untuk kepentingan umum.
Meski mengantongi izin, perseroan menghentikan proses reklamasi pada tanah seluas 161 hektar (ha) itu pada Mei 2016 lalu karena terkena sanksi administratif.
“APL sudah mulai menjual unit hunian di Kota Pluit sebelum semua proyek reklamasi di Teluk Jakarta dihentikan sementara pada Mei 2016 karena sanksi administratif,” imbuh Moody’s.