Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bicara perihal Presiden Rusia Vladimir Putin yang mau membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi menjelaskan bahwa tawaran kerja sama bilateral dalam pengembangan PLTN bukan hanya berasal dari negeri beruang merah itu. Namun terdapat sejumlah negara yang menawarkan hal yang sama.
Kementerian ESDM masih melihat mana yang lebih kompetitif dan reliabel untuk direalisasikan. “Kebutuhan untuk nuklir baru akan dimulai tahun 2040 berdasarkan peta jalan energi yang telah kami susun,” ujar Agung dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa (5/7/2022).
Saat bertemu Presiden Joko Widodo di Kremlin Moskow, Presiden Rusia Vladimir Putin menawarkan kerja sama untuk menggarap proyek nuklir di Indonesia.
Menurut Putin perusahaan energi Rusia yakni Rosatom State Corporation mempunyai pengalaman, kompetensi dan keandalan teknologi dalam pengembangan PLTN. Rosatom sendiri telah mengembangkan PLTN yang terbesar di Rusia, yakni Novovoronezh Unit 6, yang berkapasitas 1.200 MW di Voronezh.
Selain di darat, Roastom membangun PLTN Terapung KLT-40S, yang dapat berlayar menjelajahi sejauh 5.000 Km, dengan kapasitas sebesar 80 MW. Rosatom saat ini menggunakan teknologi nuklir generasi terbaru, tipe reaktor VVER 1200 dengan teknologi generation 3 Plus yang merupakan pertama di dunia, dengan masa operasi selama 60 tahun. Sistem Pengamanan teknologi VVER 1200 memiliki zero accident standaard.
Pakar Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menilai dengan segudang pengalaman yang dimiliki oleh Rosatom, tawaran Putin untuk mengembangkan PLTN di Indonesia pun layak diterima.
“PLTN termasuk energi bersih, yang dapat melengkapi bauran energi baru terbarukan (EBT) pembangkit listrik di Indonesia,” ujarnya.
Menurut Fahmy PLTN juga dapat mengatasi kelemahan Pembangkit Tenaga Surya dan Bayu, yang tidak dapat memasok listrik secara penuh sepanjang waktu. Mengingat sumber pembangkit itu bersifat intermitten, yang tergantung cahaya matahari dan hembusan angin.
Sebelum kerja sama Indonesia dan Rusia direalisasikan, Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Energi Nasional (DEN) harus mengubah Kebijakan Energi Nasional (KEN), yang selama ini menempatkan energi nuklir sebagai alternatif terakhir. “KEN itu harus diubah menjadikan PLTN sebagai energi prioritas,” katanya.
Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan kampanye publik untuk meningkatkan tingkat penerimaan masyarakat (public acceptances rate) terhadap penggunaan PLTN. Pasalnya, selama ini tingkat penerimaan masyarakat terhadap PLTN masih sangat rendah.
“Salah satunya disebabkan oleh trauma kecelakaan reaktor nuklir di beberapa negara, di antaranya Jepang, Rusia dan Ukraina. Namun, kemajuan teknologi reaktor nuklir generasi terbaru, yang digunakan oleh Rosatom, dapat mencegah terjadinya kecelakaan nuklir hingga mencapai nol persen (zero accident),” ujarnya.