ASPEK.ID, JAKARTA – PT Sri Rejeki Isman Textile (Sritex) mengku bahwa serangan virus Corona yang berasal dari China, tidak berdampak langusng terhadap kegiatan produksi perusahaan.
PT Sritex adalah pabrik tekstil dan garmen terbesar di Asia Tenggara yang berlokasi di Jalan KH. Samanhudi Nomor 88, Jetis, Sukoharjo, Jawa Tengah. Sritex awalnya adalah kios kecil bernama UD Sri Rejeki di Pasar Klewer, Solo yang didirikan oleh Almarhum Ie Djie Shien atau H. Muhammad Lukminto pada 1966.
“(Impor dari Cina) tidak terbebani karena sourcing raw material Sritex terdiversifikasi. Jadi bisa dialihkan,” kata Corporate Communications PT Sritex, Joy Citradewi dilansir laman Bisnis, Kamis (13/2).
Disebutkan Joy, faktor penguatan rupiah juga tak terlalu berpengaruh besar pada pendapatan dari penjualan ekspor perseroan. Dengan target pertumbuhan sebesar 7 hingga 9% tahun ini, perseroan mengusahakan komposisi penjualan ekspor sebesar 60%.
Emiten produsen pakaian militer mancanegara tersebut juga masih belum mempertimbangkan untuk melakukan ekspansi.
“Untuk tahun ini diusahakan masih 60 persen ekspor. Natural hedging membuat kurs bukan faktor besar (untuk penjualan ekspor),” ujar Joy.
Perusahaan mengalokasikan total belanja modal atau capital expenditure sebesar US$ 40 juta hingga US$ 45 juta pada tahun ini. Sumber dananya akan berasal dari kas internal yang akan diupayakan untuk melakukan pemeliharaan mesin.
Berdasarkan data Bloomberg, emiten tersebut diketahui memiliki kapitalisasi pasar sebesar Rp 4,29 triliun. Saham tersebut ditutup pada zona merah dengan penurunan sebesar 4 poin atau 1,87 persen menjadi Rp 210 pada Kamis (13/2).
Pada sesi awal perdagangan, harga saham PT Sritex (SRIL) dengan kode sempat rebound di level Rp 218 setelah berada pada level Rp 214 pada hari sebelumnya.