ASPEK.ID, JAKARTA – Maskapai PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) dinyatakan berhenti beroperasi sejak Februari 2014 lalu. Perusahaan berhenti beroperasi karena masalah keuangan yang buruk dan terlilit utang.
Hingga saat ini nasib perusahaan maupun mantan pegawai perusahaan pelat merah itu sama sekali belum mendapatkan titik terang.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung mengatakan permasalahan yang dihadapi maskapai merpati sudah lama dan belum menemukan penyebab utama, sehingga perusahaan tersebut akhirnya dinyatakan pailit.
Guna mendalami hal ini, pihaknya segera rapat kerja dengan pihak-pihak terkait, termasuk Menteri BUMN.
“Kita sudah mendengarkan permasalahan-permasalahan yang dihadapai masyarakat terutama hak-hak karyawannya yang belum terbayarkan, Komisi VI akan segera mengadapakan rapat dengan pihak terkait termasuk Menteri BUMN,” kata Martin saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Ketum Perhimpunan Purnabakti Merpati Nusantara Airlines dan Ketum Tim Dobrak Merpati secara virtual, Selasa (2/2).
Politisi Fraksi Partai NasDem itu menyatakan, Komisi VI DPR RI akan berupaya dan membantu secara maksimal permasalahan yang dihadapai oleh pegawai maskapai merpati.
“Kita di sini akan berupaya semaksimal mungkin agar permasalahan pegawai merpati ini dapat segera terselesaikan,” pungkasnya.
Seperti yang diketahui, pada awal 2016 lalu modal Merpati minus hingga Rp5,3 trilliun. Bukan hanya perusahaan, karyawannya juga mengalami nasib kurang baik. Karyawan Merpati sempat tak digaji hingga hampir satu tahun.
Bahkan pegawai Merpati Airlines juga menggelar aksi di Kementerian BUMN guna menuntut hak-haknya termasuk gaji yang belum terbayarkan.
Merpati Airlines, adalah salah satu maskapai penerbangan nasional yang sahamnya dimiliki sebagian besar oleh pemerintah Indonesia.Berdiri pada tahun 1962, Merpati memiliki pusat operasi di Jakarta, Indonesia.
Maskapai ini mengoperasikan jadwal penerbangan domestik dan juga internasional ke daerah Timor Leste dari pusatnya di bandara Internasional Soekarno-Hatta. Pada 1 Februari 2014 Merpati menangguhkan seluruh penerbangan dikarenakan masalah keuangan yang bersumber dari berbagai hutang.
Disinyalir, Merpati membutuhkan 7,2 triliun rupiah untuk dapat beroperasi kembali. Walaupun dililit hutang “On Time Performance” (penilaian penerbangan tepat waktu) Merpati mengungguli Air Asia.[4]
Pada 18 September 2014 Menteri BUMN kala itu, Dahlan Iskan menyatakan bahwa pemulihan maskapai ini akan membutuhkan 15 triliun rupiah untuk menutup pembayaran gaji, berbagai kerugian yang diderita perusahaan dan hutang pada sekitar 2.000 pihak.
Rencana untuk menghidupkan kembali maskapai ini sudah menemui jalan buntu karena restrukturisasi aset dan rencana penjualan tidak menguntungkan lagi.