ASPEK.ID, BANDA ACEH – Untuk menjadi negara maju, Indonesia harus mampu masuk kategori tingkat innovation-driven economy. Indonesia masih mempunyai peluang karena salah satu di antaranya Indonesia sedang mengalami bonus demografi sampai dengan tahun 2030.
Demikian sebut Kepala BPPT Hammam Riza dalam kuliah umumnya di Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Kamis (3/10/2019)
“Indonesia memang sempat mengalami ‘kejayaan Iptek’ melalui lompatan teknologi yang dimulai oleh Pendiri BPPT sekaligus Presiden ke-3 RI yang dijuluki sebagai ‘Bapak Teknologi’ Bacharuddin Jusuf Habibie. Lompatan teknologi yang dilakukan BJ Habibie saat itu berfokus pada industri pesawat terbang,” ungkap Hammam.
Hammam menuturkan, kisah itu diawali dari keyakinan BJ Habibie bahwa jika sektor industri ini telah dikuasai, maka penguasaan terhadap industri lainnya akan jauh lebih mudah.
“Bapak BJ Habibie berkeyakinan bahwa bila kita mampu menguasai industri pesawat terbang maka akan mudah dan lebih cepat untuk menguasai industri di bawahnya,” jelas Hammam.
Hammam berharap Indonesia mampu menyiapkan SDM Iptek yang mampu menghadapi revolusi industri 4.0, karena tantangan ini kini telah dimulai.
“Saat ini kita sudah memasuki Industri 4.0, kondisi industri yang merepresentasikan revolusi ke-4 yang telah terjadi di bidang manufacturing,” imbuhnya.
Baca Juga: BPPT: Atasi Karhutla dengan TMC
Kepala BPPT Kenang Habibie di Puspiptek
Pindad dan BPPT Kembangkan Mesin Hitung Mortir
Tantangan ini dimulai dari revolusi ke-3, berupa adopsi komputer-komputer dan otomasi, serta sistem cerdas dan otonomus yang didorong dengan data dan machine-learning, untuk selanjutnya menuju deep learning. Indonesia saat ini pun telah menyiapkan strategi ‘Making Indonesia 4.0’ untuk menghadapi pola teknologi industri berbasis otomasi dan pertukaran data atau disebut Industri 4.0.
“Industri 4.0 ini mencakup sistem siber-fisik, internet untuk segala, komputasi awan, dan komputasi kognitif. Lalu menghasilkan ‘pabrik cerdas’, berstruktur moduler, sistem siber-fisik mengawasi proses fisik, menciptakan salinan dunia fisik secara virtual, dan membuat keputusan yang tidak terpusat,” kata Hammam.
Hammam menambahkan, ada 5 teknologi kunci yang memiliki peranan dalam industri 4.0, yakni AR/VR, advanced robotics, 3D printing (physical layer), IoT (connectivity layer), dan AI (logical layer).
Kemudian ada tiga hal lainnya yang juga menjadi poin krusial terkait teknologi masa depan, meliputi IoT, Big Data dan AI.
“Data collection melalui IoT, data capture, storage dan analysis melalui Big Data, dan data based learning melalui Artificial Intelligence (AI). Ketiga hal tersebut saling berinterseksi dengan machine learning, neural network, dan deep learning,” tutur Hammam.
Peran Big Data menjadi sangat penting dengan semakin mudahnya mengumpulkan data-data melalui IoT.
“Karena data yang terkumpul itu begitu besar jumlahnya, tidak mungkin lagi diproses secara manual, maka diperlukan AI agar data-data tersebut menjadi suatu insight yang bermanfaat,” papar Hammam.
Untuk itu, Hammam menegaskan lembaga pendidikan yakni Universitas memiliki peranan penting dalam mempersiapkan SDM yang mumpuni dan mampu menguasai Iptek agar mampu menghadapi Revolusi industri 4.0.
“Untuk itu, sejak dini perlu disiapkan SDM unggul yang dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dan menjadi fondasi utama pengerak kemajuan bangsa. Seperti di negara-negara maju Jepang, Korea, Singapura yang tidak memiliki sumberdaya alam seperti Indonesia, tetapi dapat menjadi negara maju,” tegas Hammam.