Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Akmal Malik mengatakan, otonomi daerah yang telah berjalan selama dua dekade atau 20 tahun, telah menghasilkan banyak kemajuan dan perubahan positif. Perubahan tersebut misalnya dalam hal menghasilkan pemimpin.
“Salah satunya kini (kita) bisa memiliki pemimpin negara yang berasal dari daerah, yakni berasal dari kepala daerah wali kota, lalu menjadi gubernur, dan kini jadi presiden. Itu semua hasil dari proses otonomi daerah,” ujar Akmal pada acara Talk Show Bedah Buku Refleksi 20 Tahun Otonomi Daerah yang berlangsung di De Boekit Villas, Bogor, Selasa (8/3/2022).
Selain itu, Akmal mengatakan perbaikan dan perubahan berikutnya yakni jumlah transfer keuangan dari pusat ke daerah yang meningkat. Dia mencontohkan, pada 2011 transfer dana dari pusat ke daerah hanya 4 persen, tetapi tahun 2022 meningkat sebanyak hampir 50 persen.
Kendati demikian, Akmal tak menampik, perubahaan positif tersebut masih belum menyeluruh. Hal ini terutama pada aspek infrastruktur dan suprastruktur di daerah yang belum merata. Kondisi ini, kata dia, berkaitan dengan kapasitas pimpinan dan pejabat di daerah tersebut.
“Kendala lainnya adalah struktur politik yang memengaruhi otonomi daerah. Bagaimana persoalan-persoalan politik lokal. Sebab kultur partai politik masih sentralistik. Contohnya keputusan pergantian antar waktu (PAW) DPRD masih diintervensi kebijakan pengurus parpol di pusat,” kata Akmal.
Pada kesempatan tersebut, Akmal merinci terdapat sejumlah faktor yang menentukan penerapan keberhasilan otonomi daerah. Faktor tersebut yakni politik dan ekonomi, baik di tingkat lokal, daerah, maupun pusat.
Untuk mencapai keberhasilan, tambah Akmal, kapasitas dari faktor tersebut perlu diperbaiki. Karena itu, pendidikan politik menjadi penting untuk menunjang keberhasilan tersebut.
Di samping itu, pendidikan tersebut juga akan menopang kualitas orang-orang yang bakal mengisi posisi di pemerintahan daerah (pemda). Hal ini juga akan berdampak pada penyederhanaan struktur birokrasi di daerah.
Sebab, menurut Akmal, selama ini terdapat daerah yang membentuk badan untuk menempatkan figur-figur yang dinilai belum optimal. Dengan pendidikan politik tersebut, persoalan-persoalan itu akan dapat dihindari.
Di lain sisi, Head of Department of Politics and Social Change at Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandez mengatakan, setelah 20 tahun otonomi daerah terdapat peningkatan kesejahteraan daerah. Dia merinci, daerah-daerah yang pada 2001 tingkat pendapatannya rendah, pada 2022 justru meroket tajam.
“Gini ratio-nya membaik ke arah nol. Juga pelayanan publik meningkat,” ujar Arya.
Di lain sisi, Arya menyadari masih terdapat tantangan yang perlu diatasi. Hal tersebut seperti tingkat kesenjangan yang masih tinggi. Dia mencontohkan, daerah-daerah yang di masa silam memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi, saat ini masih konsisten tinggi. Sebaliknya, daerah yang dulu pertumbuhan ekonominya rendah, sekarang masih tetap sama.
“Contoh Jakarta tahun 1999 pertumbuhan ekonomi tinggi, kini 20 tahun setelahnya tetap tinggi. Begitu juga daerah yang pertumbuhan ekonomi rendah 20 tahun kemudian tetap rendah,” kata Arya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N. Suparman mengatakan dalam rangka melakukan refleksi 20 tahun pelaksanaan otonomi daerah, KPPOD meluncurkan tiga buku.
Buku-buku tersebut yakni Janji Otonomi Daerah: Perspektif Otonomi; Empat Wajah Desentralisasi: Membaca Dekade Kedua Otonomi Daerah di Indonesia; serta Otonomi Daerah: Gagasan dan Kritik (Refleksi 20 Tahun KPPOD).
Ketiga karya tersebut diharapkan dapat menyumbang dan berkontribusi terhadap penguatan serta penyempurnaan otonomi daerah di masa mendatang.
“Harapannya, buku-buku tersebut menjadi materi penting dalam membangun dan memperkuat otonomi daerah sekaligus mendorong kesadaran publik terkait pembangunan daerah ke depan,” tandasnya.