ASPEK.ID, JAKARTA – Selama mewabahnya pandemi Covid-19, bisnis yang digeluti oleh maskapai penerbangan babak-belur. Bantuan dari pemerintah pun mengucur.
Seorang pilot muda yang bekerja di salah satu maskapai penerbangan nasional di Eropa, Marc, mengungkapkan satu nuansa paling aneh yang ia rasakan selama menerbangkan pesawat di saat pandemi: sunyi dan senyap.
Marc mengisahkan, sewaktu terbang di atas London misalnya, itu adalah salah satu ruang udara tersibuk di dunia.
“Dan kini Anda tidak lagi mendengar atau melihat pesawat lain di langit yang biasanya sungguh padat dengan pembicaraan antara maskapai dan suara lainnya. Tiba-tiba, radio menjadi sangat sunyi. Seram juga rasanya,” kisah Marc kepada DW.
Meski demikian, bukan berarti Marc punya banyak waktu untuk menyerap segala keanehan itu. Sejak Maret 2020, ia rata-rata hanya terbang dua perjalanan pulang pergi setiap bulannya. Tidak hanya waktu kerjanya yang jadi ringkas, gajinya juga dipangkas.
Marc melihat banyak rekan-rekannya mengalami jam terbang lebih rendah serta mereka yang bekerja sebagai awak kabin mengalami kesulitan keuangan. Itulah sebabnya, Marc menyebut dirinya sebagai salah satu “yang beruntung.”
Saat pandemi seperti ini, pengalaman terbang Marc berkisar dari menerbangkan pesawat dengan hanya membawa satu penumpang, hingga terbang mengangkut vaksin dan peralatan penting lainnya.
Terhadap pengalamannya saat menerbangkan satu penumpang dengan pesawat komersil, Marc mengatakan bahwa itu adalah hal “yang sungguh aneh; Anda seperti berpikir: ‘Apa gunanya semua ini?'”
Sementara saat mengangkut vaksin, Marc bersyukur bahwa ternyata ia masih berguna. Marc bersedia berbagi kisahnya kepada DW dengan syarat bahwa maskapai penerbangannya tidak disebut.
Menurutnya, kepastian akan adanya posisi di pekerjaannya “tidak terlalu bagus akhir-akhir ini.” Seperti banyak orang di sektor penerbangan, Marc juga khawatir tentang dampak tahun 2020 bagi profesinya di masa depan.
Bantuan Tidak Merata
Dari menerbangkan vaksin atau peralatan medis ke seluruh dunia, hingga membantu penumpang melakukan perjalanan penting selama pandemi, peran penting maskapai penerbangan hampir tidak dapat diperdebatkan lagi.
Karenanya, dukungan dana dari pemerintah terhadap sektor penerbangan menjadi rebutan yang serius.
Pandemi COVID-19 telah menyebabkan pergolakan yang belum pernah terjadi sebelumnya di industri ini, dan maskapai penerbangan telah kehilangan pendapatan dengan besaran yang mencengangkan.
Trennya sangat kuat terjadi di Eropa. Pada masa awal krisis, Italia telah menasionalisasi Alitalia. Sementara bulan lalu, pemerintah Prancis menaikkan kepemilikannya di Air France-KLM menjadi 30%.
Di Jerman, pemerintah menghabiskan 9 miliar euro atau sekitar 156 triliun rupiah untuk membeli 20% saham Lufthansa. Namun bantuan tidak hanya dibutuhkan oleh maskapai yang membawa bendera nasional saja.
Perusahaan penerbangan swasta di Eropa seperti Ryanair yang selama ini dikenal sebagai pengkritik utama dana talangan Eropa, juga telah menerima pembiayaan pandemi khusus dalam bentuk pinjaman sebesar 730 juta dolar dari pemerintah Inggris.
Menurut sistem pelacak bantuan untuk maskapai Eropa yang dijalankan oleh Greenpeace dan kelompok aktivis lingkungan Transport & Environment and Carbon Market Watch, pemerintah Eropa sejauh ini telah memberikan bantuan keuangan sebesar sekitar 30 miliar euro untuk menyelamatkan sektor ini.
Dari jumlah itu, hampir setengahnya dikucurkan untuk dua maskapai penerbangan: Lufthansa dan Air France-KLM, sementara maskapai nasional lain harus berbagi dana yang tersisa.
Komisi Eropa memang memberikan lampu hijau untuk pendanaan tapi pastinya mereka juga punya persyaratan lain, seperti memaksa operator untuk menyerahkan slot berharga mereka di bandara.




















