ASPEK.ID, JAKARTA – Dalam laporan terbarunya pada 21 November 2019, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun ini hanya mencapai 2,91% yang merupakan level terendah sejak krisis finansial.
OECD menilai konflik perdagangan, investasi usaha yang melemah, dan ketidakpastian politik yang terus berlanjut menjadi sumber utama perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan meningkatkan risiko pertumbuhan yang stagnan dalam jangka panjang.
OECD melihat perlambatan ekonomi terjadi di negara maju maupun negara berkembang. demikian, tingkat keparahannya bervariasi tergantung pada peran perdagangan internasional dalam struktur ekonomi masing-masing negara.
Dalam hal ini, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan sebesar 2,3% pada tahun ini dan turun menjadi 2,0% pada 2020 dan 2021. Selain itu, perekonomian Tiongkok diperkirakan tumbuh sebesar 6,2% tahun ini kemudian melambat masing-masing menjadi 5,7% dan 5,5% pada 2020 dan 2021.
OECD memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia flat sebesar 5,0% hingga tahun depan dan meningkat menjadi 5,1% pada 2021. Sebagai informasi, pada proyeksi sebelumnya (Mei 2019), OECD memperkirakan perekonomian Indonesia dapat tumbuh sebesar 5,1% pada 2019.
Sementara itu, Pemerintah menilai bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak akan serendah proyeksi OECD meskipun tertekan pelemahan ekonomi global. Pemerintah meyakini perekonomian Indonesia masih mampu tumbuh pada kisaran 5,1% di tahun ini, ditopang pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang masih solid.
Tim riset ekonomi Bank Mandiri memperkirakan perekonomian Indonesia hingga akhir tahun ini sebesar 5,06%. Tingkat pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang sebesar 5,17%.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan kami perkirakan lebih baik, yaitu sebesar 5,14%. Hal tersebut ditopang oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang tetap kuat, ekspektasi meningkatnya investasi pasca tahun politik, tingkat inflasi yang masih terjaga, dan terus membaiknya neraca perdagangan.