Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh, Safaruddin, mengapresiasi langkah Pemerintah dalam upaya pemenuhan hak-hak korban pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu, dari 12 peristiwa pelanggaran HAM berat berdasarkan hasil rekomendasi Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat Masa Lalu (PPHAM), tiganya ada di Aceh yaitu Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989, Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999 dan Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.
Beberapa rekomendasi dari PPHAM tersebut menurut safar sejalan dengan semangat MoU Helsinki dimana dalam rekomendasi PPHAM menekankan tentang pemulihan hak-hak para korban atas peristiwa pelanggaran HAM yang berat lainnya yang tidak masuk dalam cakupan mandat Tim PPHAM dan memulihkan hak korban dalam dua kategori, yakni hak konstitusional sebagai korban; dan hak-hak sebagai warga negara.
Safar menyarankan kepada Pemerintah Aceh dan DPRA agar peluang ini digunakan untuk melakukan pendataan terhadap seluruh korban konflik di Aceh, baik itu korban jiwa maupun harta benda, karena dalam rekomendasi PPHAM tersebut terbuka peluang mengakomodir hal ini seperti memberikan penyelesaian non-yudisial bagi korban-korban pelanggaran hak asasi manusia berat masa lalu, di antaranya terdiri atas pemulihan nama baik, pendampingan ekonomi, perbaikan dan pengadaan rumah, serta pemulihan hak warga eksil.
“Kami menyarankan kepada Pemerintah Aceh dan DPRA agar bisa melakukan pendataan kembali terhadap korban konflik di Aceh baik itu yang korban jiwa maupun harta benda, yang dalam MoU Helsinki itu seharusnya diselesaikan oleh Komisi Bersama Penyelesaian Klaim yang sampai saat ini tidak dibentuk Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat, dengan adanya upaya penyelesaian non yudisial ini kami rasa sudah mengakomodir beberapa butir MoU Helsinki”, kata Safar.
Sebagai upaya untuk mendukung langkah Pemerintah ini, YARA akan mendirikan Posko pendataan Korban Konflik, baik itu korban jiwa maupun korban harta benda, data tersebut nanti akan di serahkan kepada Pemerintah Aceh sebagai bahan tambahan bagi Pemerintah agar jika ada yang belum tedata untuk di data kembali, sehingga dengan pendataan yang akurat seluruh korban konflik di Aceh dapat terpenuhi hak hak nya.
“Kami akan mendirikan posko pendataan korban Konflik, baik itu korban jiwa ataupun harta benda, posko ini untuk membantu Pemerintah dalam pendataan seluruh korban konflik di Aceh, datanya akan kami serahkan ke Pemerintah Aceh nantinya”, tutup Safar.