ASPEK. ID, CHINA – Dampak perang dagang telah mengorbankan penjualan Apple Inc di China. Apple merosot ke urutan ke-24 dalam laporan tahunan merek-merek top China dari urutan ke-11 pada tahun lalu. Pada 2017, sebelum perang dagang, Apple peringkat kelima.
Pesaing terbesar Apple, Huawei Technologies Co., merangkak dua peringkat dan mengisi posisi kedua. Alipay, sistem pembayaran China berada di posisi paling atas.
Temuan survei yang dipublikasi oleh Prophet, perusahaan konsultan yang berbasis di San Fransisco, secara umum menunjukkan konsumen China semakin tidak tertarik terhadap beberapa merek Amerika.
Terutama setelah CFO raksasa smartphone Huawei, Meng Wanzhou, ditangkap di Kanada tahun lalu atas perintah pemerintah AS.
“Kebijakan Trump atas larangan terhadap produk Huawei, memicu lonjakan dukungan untuk Huawei,” menurut Jay Milliken, mitra senior Prophet di Hong Kong, seperti dikutip melalui Bloomberg, Kamis (19/9/2019).
Survei tahunan Prophet ini diikuti oleh 13.500 konsumer China di kota-kota besar dan membahas soal pandangan mereka terhadap lebih dari 250 merek dagang pada 27 kategori produk. Responden mengevaluasi merek yang mereka gunakan atau sedang menjadi pertimbangan untuk digunakan, kemudian menilai relevansinya berdasarkan nilai kualitas seperti inovasi, kegunaan dan ketergantungan.
“Ada banyak jenis pembelian berdasar nilai nasionalistis dalam kategori itu, karena konsumen China menafsirkan apa yang terjadi pada Huawei sebagai serangan terhadap China,” kata Milliken.
Patriotisme juga membantu mendorong munculnya merek-merek China lainnya. Pembuat pakaian olahraga, Li Ning Co., masuk ke dalam peringkat 40 teratas untuk pertama kalinya, menjadi peringkat ke-34, hanya dua posisi di belakang pemimpin pasar, Nike Inc.
Dinamai setelah pendirinya, seorang pesenam terkenal, Li Ning memanfaatkan sentimen nasionalistis konsumen China dengan peluncuran koleksi Li-Ning China tahun lalu di New York Fashion Week yang banyak menggunakan warna merah dan kuning, warna nasional China.