ASPEK.ID, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan tentang postur sementara RAPBN tahun 2021 yang merupakan hasil dari pertimbangan dan juga pembahasan di dalam Panitia Kerja (Panja) A.
“Dari pembahasan yang sudah dilakukan di Panja A, untuk asumsi dasar ekonomi makro yang akan dijadikan landasan pemikiran kita di dalam APBN 2021 adalah pertumbuhan ekonomi dari 4,5 hingga 5,5 persen tahun 2021 telah ditetapkan titiknya adalah 5,0 persen. Saya rasa ini adalah keputusan yang tepat dan baik yang menggambarkan antara harapan namun juga kehati-hatian terhadap kondisi tahun 2021,” ungkap Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Virtual Badan Anggaran DPR RI dengan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (11/9/2020).
Menkeu mengakui, dengan adanya perkembangan pandemi Covid-19 pada akhir-akhir ini menyebabkan eskalasi ketidakpastian meningkat, untuk tahun 2020 dan mungkin masih akan berlangsung di tahun 2021.
“Sehingga kita memang patut untuk tetap waspada namun tidak kehilangan fokus untuk terus optimis di dalam mengatasi masalah,” ucapnya.
Menkeu memaparkan, Inflasi ditetapkan 3 persen sesuai dengan RUU yang disampaikan oleh Presiden, nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat di angka Rp 14.600 masih sama dengan yang disampaikan di dalam RUU APBN 2021. Tingkat bunga SBN 10 tahun juga tetap 7,29 persen.
“Sasaran pembangunan yang diperintahkan oleh DPR, baik di Banggar dan komisi, yaitu tentang nilai tukar petani adalah 102 dan nilai tukar nelayan sebesar 104. Ini adalah yang menjadi basis asumsi kita menghitung dari APBN 2021 dan sekaligus juga ada beberapa target pembangunan,” terang Sri Mulyani.
Di sektor pendapatan negara, sambungnya, terdapat penurunan 32,7 triliun. Angka 32,7 triliun tersebut adalah berasal dari penerimaan perpajakan yang mengalami penurunan target yakni ke angka 37,4 triliun,
“Ini dikarenakan dari perkembangan penerimaan pajak kita hingga bulan Agustus ini dan kita proyeksikan hingga akhir tahun, memang base line akan lebih rendah dari yang ada di dalam Perpres 72. Sehingga kita juga melihat bahwa target yang ada di dalam RUU APBN 2021 yang telah disampaikan oleh Presiden dengan basis tahun 2020 yang jauh lebih rendah menyebabkan implicit gross-nya menjadi sangat tinggi,” tuturnya