Wakil Presiden (Wapres), Ma’ruf Amin, meminta masyarakat Indonesia untuk tidak mempermasalahkan perbedaan waktu Hari Raya Idulfitri 2023. Wapres menilai, perbedaan waktu tersebut pada kenyataannya telah menjadi hal yang lumrah terjadi di Indonesia.
Sebab, ada dua kriteria penetapan terlihatnya hilal atau imkanur rukyat yang digunakan oleh pemerintah, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Seperti diketahui, pemerintah memutuskan untuk menggabungkan dua metode penentuan awal bulan Kamariyah, yaitu hisab dan rukyat dalam menetapkan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah.
Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Fatwa MUI Nomor 2 Tahun 2004 yang menyebutkan bahwa penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah dilakukan berdasarkan metode rukyat dan hisab oleh pemerintah Indonesia dalam hal ini Menteri Agama.
“Jadi hisabnya itu dihitung berapa tingginya, harus dihitung. Kalau tingginya di bawah dua [derajat] itu tidak imkan. Ini kesepakatan termasuk Asean, itu segitu,” ujar Ma’ruf dikutip dari kanal YouTube Wakil Presiden Republik Indonesia, Jumat (14/4/2023).
Wapres menyebut Muhammadiyah menggunakan metode hisab wujudul hilal untuk menetapkan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah.
Melalui metode tersebut, bulan Kamariah baru akan dimulai apabila pada hari ke-29 bulan berjalan telah terpenuhi tiga syarat, yakni terjadi ijtimak, ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam, dan pada saat matahari terbenam, bulan masih berada di atas ufuk.
“Jadi ya lebaran sesuai dengan keyakinannya, dengan hitungannya. Jadi bahasa Jawa-nya legowo lah dan itu sudah kita lakukan bertahun-tahun,” jelas Ma’ruf.
Prediksi terkait perbedaan waktu awal Syawal 1444 Hijriah telah dikemukakan oleh Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag Adib. Adib mengatakan, perbedaan waktu Hari Raya Idulfitri 1444 H berpotensi terjadi karena posisi hilal pada Kamis (20/4/2023) diperkirakan masih belum memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), yakni ketinggian hilal 3 derajat dengan sudut elongasi 6,4 derajat. Berdasarkan perhitungan ilmu astronomi, Adib menjelaskan bahwa posisi hilal pada Kamis (20/4/2023) masih berada di ketinggian antara 1-2 derajat di atas ufuk dengan sudut elongasi di bawah 3 derajat.
“Posisi hilal tersebut akan memungkinkan terjadinya perbedaan penetapan awal Syawal 1444 H karena pada hari itu hilal kemungkinan besar belum dapat dilihat,” ujarnya.
Adib menegaskan bahwa perhitungan astronomi tersebut tidak akan menjadi satu-satunya parameter untuk menetapkan 1 Syawal 1444 H. Pasalnya, Kemenag juga harus terlebih dahulu melaksanakan rukyatul hilal atau aktivitas mengamati visibilitas hilal dengan mata telanjang atau bantuan alat optik sebelum akhirnya menetapkan Hari Raya Idulfitri 2023. Hasil perhitungan astronomi dan pengamatan tersebut nantinya akan dibahas dalam Sidang Isbat Penetapan Awal Syawal 1444 H yang akan diselenggarakan pada Kamis (20/4/2023).
“Kendati demikian, kami tetap menunggu hasil rukyatul hilal dan keputusan Sidang Isbat yang dipimpin oleh Menteri Agama bersama para pimpinan Ormas Islam dan lembaga terkait,” jelas Adib.