berikut ini artikel yang ditulis oleh Arcandra Tahar di Facebook pada Selasa (25/4/2023).
Dalam tulisan terdahulu berjudul ”Mencermati Investasi Tesla di Amerika” yang kami tulis menjadi 3 seri, kami menjelaskan berbagai aspek yang menjadi pertimbangan utama Tesla dalam berinvestasi baik di Amerika Serikat (AS) maupun di negara lain.
Salah satu yang menjadi pembeda Tesla dengan mobil yang lain adalah Tesla menganggap ekosistem mereka bukan murni pada industri otomotif, tapi lebih banyak pada sentuhan teknologi informasi (IT).
Atas dasar itu, kota-kota yang merupakan pusat IT dunia dan punya ekosistem elektronika di duga menjadi target Tesla untuk berinvestasi. Sebut saja Sillicon Valley di California dan Bangalore di India yang menjadi pusat pengembangan mobil listrik Tesla. Kota Austin di Texas, yang merupakan head quarter dari Dell computer dan punya ekosistem dibidang IT yang kuat, juga dipilih oleh Tesla untuk mendirikan gigafactory.
Tahun 2023 ini sejumlah langkah taktis dilakukan oleh Tesla. Di bulan Februari 2023 Tesla berencana menaikan kapasitas produksi gigafactory di Shanghai China menjadi 20 ribu unit per minggu. Kemudian pada bulan April 2023 kita dikejutkan oleh keputusan Tesla untuk membuka showroom di Malaysia.
Publik lalu bertanya-tanya kenapa Tesla memilih Malaysia?
Dalam tulisan ini kami mencoba menganalisa sejumlah faktor yeng membuat Elon Musk memilih Malaysia sebagai pusat jualannya di Asia Tenggara. Tentu tidak ada yang tahu pasti kenapa Elon memutuskan Malaysia sebagai pilihan investasinya. Ada beberapa hal yang mungkin bisa menjadi petunjuk keputusan itu.
Pertama, Malaysia punya ekosistem dibidang elektrikal dan elektronik yang cukup kuat di dunia. Malaysia memproduksi 5% sampai 7% semiconductor untuk kebutuhan dunia.
Ketika AS melarang ekspor dan impor semiconductor dari China, Malaysia mendapat keuntungan dengan beralihnya para pembuat semiconductor keluar dari China. Sejak masa pandemi Covid19 sampai hari ini, banyak industri yang sangat bergantung pada semiconductor, mengalami kesulitan supply. Produksi industri mobil listrik juga tergaanggu akibat kurangnya supply semiconductor.
Dengan adanya ekosistem di Malaysia yang comply dengan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah AS, maka Tesla berharap bisa mengamankan kebutuhan mereka terhadap semiconductor ke depan. Suatu pilihan yang cerdas bukan?
Kedua, pemerintahan Malaysia dirasa sudah kembali stabil. Adanya beberapa kali pergantian kepala pemerintahan dalam waktu singkat membuat banyak investor ragu terhadap masa depan investasi mereka. Tapi dengan diangkatnya Datuk Seri Anwar Ibrahim sebagai Perdana Menteri yang baru, kepercayaan investor terhadap Malaysia bisa jadi telah tumbuh kembali.
Mungkin terlalu dini untuk mengatakan hal tersebut. Tapi adalah fakta bahwa Tesla memutuskan berinvestasi pada saat pemerintahan Datuk Seri Anwar Ibrahim. Kita paham betul setiap investor dan investasi membutuhkan kepastian hukum dan pemerintahan yang stabil. Dua hal ini menjadi syarat utama dalam menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI).
Ketiga, paket insentif yang ditawarkan Malaysia sangat menarik. Misalnya, untuk impor kendaraan listrik secara utuh (Completely Built-Up) dibebaskan dari bea impor (import duty) sampai akhir tahun 2025. Insentif ini tentu sangat dibutuhkan oleh para produser mobil listrik. Kenapa?
Untuk berinvestasi ke suatu negara, produser memerlukan waktu untuk mengetahui apakah mobil mereka diminati oleh konsumen di negara tersebut. Atau disebut juga dengan test market. Apabila pemasarannya memenuhi target yang direncanakan maka producer mulai memikirkan untuk membangun fasilitas assembly. Mobilnya diimpor dalam bentuk completely knocked down (CKD) atau incompletely knocked down (IKD).
Apa yang terjadi kalau konsumen dinegara tersebut tidak tertarik dengan mobil listrik yang ditawarkan atau pemasarannya tidak memenuhi target? Maka producer punya pilihan untuk tidak melanjutkan investasi mereka di negara tersebut. Jadi insentif bebas bea masuk untuk kendaraan yang di impor secara CBU dapat memberikan daya tarik yang sangat signifikan bagi producer mobil listrik untuk melakukan test market.
Coba bayangkan kalau untuk test market saja mereka sudah dikenakan bea masuk 50% misalnya. Tentu daya saing mereka untuk penetrasi pasar mobil listrik di sebuah negara menjadi berkurang. Selain itu, kalau insentif diberikan hanya untuk mobil listrik yang diimpor dalam bentuk CKD dan IKD akan menjadi kurang menarik. Karena sebelum test market producer sudah harus membangun fasilitas assembly.
Perpaduan beberapa kondisi diatas mungkin menjadi bahan pertimbangan bagi Tesla untuk berinvestasi di Malaysia. Pertanyaan selanjutnya, apakah kekayaan sumber daya alam sebuah negara yang dibutuhkan untuk membuat baterai menjadi bahan pertimbangan juga bagi Tesla? Ini yang sulit untuk menebaknya.