ASPEK.ID, JAKARTA – Defisit anggaran saat ini berada di kisaran 2 hingga 2,2% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Luky Alfirman mengatakan bahwa sifatnya masih berupa kisaran dikarenakan ketidakpastian yang cukup tinggi.
“Bila melihat perkembangan sampai dengan kuartal tiga dengan segala dinamikanya, bisa saja kita menjaga defisitnya tetap lebih kecil, tapi tidak akan bagus untuk perekonomian. Di situ kita menggunakan APBN sebagai instrumen countercyclical.” ungkap Luky dalam keterangan resminya, Jum’at (25/10).
Disebutkannya, Bank Indonesia hingga satu tahun ini telah menurunkan suku bunga hingga empat kali. Namun, perlu dilakukan ekspansi fiskal untuk mengimbanginya dan Kementerian Keuangan selaku pemegang otoritas fiskal, perlu memberikan stimulus agar perekonomian Indonesia tidak terpuruk lebih dalam.
“Pelebaran defisit itu bukan sesuatu yang buruk. Ini adalah bagian dari kebijakan Pemerintah, dalam mengelola ekonomi kita. Ketika dalam tekanan, justru Pemerintah memberikan stimulus supaya perekonomian tidak terpuruk lebih dalam,” imbuhnya.
Sebagai informasi, defisit anggaran diatur dalam Undang-Undang (UU) 17/2003 tentang Keuangan Negara. Payung hukum tersebut membatasi defisit APBN sebesar 3% dari produk domestik bruto (PDB).
Guna mengantisipasi defisit anggaran, Kementerian Keuangan juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 144 Tahun 2019 tentang Perkiraan Defisit dan Tambahan Pembiayaan Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun Anggaran 2019 dan berlaku sejak 17 Oktober 2019.