ASPEK.ID, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan RI punya opsi stimulus untuk menopang perekonomian jika kondisi global memburuk. Sri menambahkan, pemerintah bisa meningkatkan belanja serta mengaktifkan kembali langkah-langkah yang digunakan selama krisis keuangan global jika pertumbuhan domestik membutuhkan dorongan.
“Pemerintah bisa memperlebar defisit anggaran dan memberikan keringanan pajak,” ujar Menkeu dikutip dari Bloomberg, Selasa (27/8/2019).
“RI menghadapi tekanan eksternal, bukan menghadapi resesi. Kita memiliki ruang, ruang fiskal dan moneter untuk melakukan lebih banyak. BI memiliki ruang menurunkan suku bunga lebih lanjut,” jelasnya.
Pemerintah sudah berencana meningkatkan belanja ke level rekornya tahun depan, sementara BI telah memangkas suku bunga acuan sebanyak dua kali guna menjaga perekonomian. Pemerintah memperkirakan produk domestik bruto (PDB) akan tumbuh 5,2 persen tahun ini. Oleh BI, angka ini mungkin dinilai sedikit terlalu optimistis karena kekhawatiran global telah meningkat.
Perang dagang Amerika Serikat-China dan kekhawatiran kemungkinan AS mengarah ke resesi, pemerintah Jerman menyusun rencana darurat untuk menghadapi potensi krisis di negara berekonomi terbesar di Eropa ini dan Pergolakan politik di Hong Kong sebagai titik kritis potensial bagi ekonomi global.
“Ini sekarang menjadi apa yang saya sebut tren, ramalan yang terpenuhi dengan sendirinya. Semua orang berbicara tentang resesi. Kita harus memastikan bahwa kebijakan kita siap ketika melihat tantangan semacam ini,” papar Menkeu.
Pemerintah memproyeksikan PDB Indonesia akan mencatat pertumbuhan 5,3 persen tahun depan. Tapi, menurut Sri Mulyani, ada risiko “efek spillover” jika perang perdagangan meningkat. Meski konsumsi tetap sehat, ekspor telah turun “ke zona negatif”.
“Defisit anggaran diperkirakan akan berada di bawah 1,8 persen dari PDB tahun ini dan berikutnya – di dalam batas yang dimandatkan sebesar 3 persen. Ini berarti ada ruang yang cukup untuk stimulus lebih lanjut,” jelasnya.
“Faktor-faktor seperti pelemahan yang signifikan dalam nilai tukar mata uang atau volatilitas pasar saham dapat memicu respons darurat,” timpalnya.