ASPEK.ID, JAKARTA – Laporan bertajuk Risks from Leveraged Corporates Grow as Macroeconomic Conditions Worsen tersebut yang dikeluarkan olehLembaga pemeringkat utang internasional Moody’s Investor Service menyatakan Indonesia dan India merupakan dua dari 13 negara di Asia Pasifik yang memiliki resiko gagal bayar tertinggi.
Moody’s Investor Service menyatakan perusahaan-perusahaan di Indonesia rentan risiko gagal bayar utang. Hal ini tercermin dari pendapatan perusahaan Indonesia yang kian menurun bisa mengurangi kemampuan korporasi Indonesia dalam mencicil kembali utang-utangnya.
Laporan itu meneliti risiko kredit dari 13 negara Asia Pasifik, yakni Australia, China, Hong Kong, Jepang, Korea, Malaysia, Selandia Baru, Australia Singapura, Taiwan, dan Thailand, termasuk dua negara lainnya, yaitu India dan Indonesia.
Sejatinya, rasio utang korporasi Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) memiliki angka terendah dibanding negara-negara lainnya. Kemudian, rasio utang terhadap pendapatan perusahaan sebelum pajak, bunga, dan depresiasi (EBITDA) juga cukup aman.
Ini mengingat 47 persen utang korporasi di Indonesia memiliki skor rasio utang terhadap EBITDA berada di bawah 4. Angka ini jauh lebih baik dibanding 11 negara lainnya.
Moody’s mengingatkan profil utang korporasi Indonesia sangat buruk karena memiliki Interest Coverage Ratio (ICR) yang sangat kecil. Bahkan, sebanyak 40 persen utang korporasi di Indonesia memiliki skor ICR lebih kecil dari 2.
“India dan Indonesia menjadi dua negara yang paling rentan jika kapasitas pembayaran kembali utang-utang korporasinya bertambah parah,” jelas laporan itu, mengutip CNN Indonesia, Senin (30/9/2019).
Meski demikian, Moody’s menilai perbankan Indonesia sudah mengantisipasi kemungkinan itu dengan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Hanya saja, rasio utang bermasalah terhadap CKPN dan ekuitas bank juga cukup tinggi, yakni di kisaran 30 persen.