ASPEK.ID, JAKARTA – Kehebohan publik terkait perombakan sejumlah direksi Sriwijaya Air berlatar Garuda Indonesia belum selesai, dan dilanjutkan dengan pemanggilan oleh Citilink, kini isu terkait Sriwijaya Air kembali naik ke publik.
Kali ini, Sriwijaya Air diterpa penagihan hutang oleh dua BUMN di Indonesia, yakni Pertamina dan PT GMF AeroAsia Tbk (GMFI).
Diawali dengan tagihan dari PT GMF AeroAsia Tbk (GMFI). Anak Garuda Indonesia tersebut menolak surat permohonan perpanjangan penyelesaian tagihan utang atau tunggakan yang diajukan oleh maskapai Sriwijaya Air Group.
Dilansir dari Kumparan, dalam surat itu disebutkan, GMF akan tetap melayani perawatan pesawat milik Sriwijaya Air Group, namun pelayanan akan dilakukan secara terbatas mulai tanggal 11 September 2019.
Di surat tersebut juga tertulis utang Sriwijaya Air Group ke GMF per Oktober 2018 mencapai Rp 810 miliar.
Tagihan hutang kedua datang dari PT Pertamina. Pertamina menagih hutang sebesar Rp791,44 Miliar atau US$3,53 juta.
Tagihan itu merupakan utang Sriwijaya Air Group per 10 September 2019.
Adakah tagihan utang terhadap Sriwijaya ini efek dari pencopotan direksi Sriwijaya Air yang berlatar belakang Garuda?
Beberapa hari lalu, Sriwijaya Air merombak susunan direksinya. Pemegang saham mencopot direksi yang berasal dari Garuda Indonesia, yakni Direktur Utamanya Joseph Adrian Saul, kemudian Direktur Human Capital and Service Harkandri M Dahler, dan Joseph K Tendean selaku Direktur Komersial.
Untuk menempati posisi ketiga orang tersebut, Dewan Komisaris menunjuk Anthony Raimond Tampubolon selaku Plt Direktur Utama, Plt Direktur Human Capital & Layanan, dan Plt Direktur Komersial.
Seperti diketahui Sriwijaya melakukan kerjasama dengan Garuda Indonesia. Garuda memberikan bantuan dengan skema Kerja Sama Manajemen (KSM) antara Citilink bersama PT Sriwijaya Air dan PT NAM Air. KSM tersebut dilakukan sejak 9 November 2018 dan berlaku selama 5 tahun.
Sehingga Garuda Indonesia menempatkan orangnya di Sriwijaya untuk membantu Sriwijaya yang terlilit hutang di tiga BUMN, yaitu GMF AeroAsia, BNI dan Pertamina.
Sejak dikelola oleh Garuda, kondisi keuangan Sriwijaya pun mulai membaik, bahkan ditargetkan di tahun 2019 ini Sriwijaya akan mendapatkan sejumlah laba, setelah pada tahun 2018 mengalami kerugian hingga satu Triliun lebih.