ASPEK.ID, JAKARTA – Mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Hary Prasetyo secara resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi perusahaan pelat merah itu oleh Kejaksaan Agung, Selasa (14/1/2020).
Selain Hary, Kejaksaan Agung juga menahan 4 tersangka lainnya yakni mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, Komisaris PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya, Syahmirwan.
Dilihat dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) seperti dilansir dari laman Tempo di situs resmi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kekayaan mantan Direktur Keuangan Hary Prasetyo melonjak tajam setelah menjabat pada Januari 2008 silam.
Setahun setelah menjabat, total harta yang dilaporkan Hary ke KPK bernilai Rp5,4 miliar. Di akhir masa jabatannya pada 2018, jumlah kekayaannya melonjak tajam dan naik lebih dari 7 kali lipat menjadi Rp37,9 miliar.
Harta pria yang pernah menduduki posisi Tenaga Ahli Utama Kedeputian III Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Ekonomi Strategis di Kantor Staf Presiden (KSP) itu terdiri atas kepemilikan tanah dan bangunan di Tangerang Selatan senilai Rp 1 miliar.
Hary juga memiliki kendaraan senilai Rp 7,1 miliar yang terdiri atas mobil Toyota Alphard, mobil Porsche Macan, mobil Jeep Mercy G-63, mobil Mercy Mercedes Benz E-300, mobil Mercy Mercedes Benz E-400, mobil Toyota FJ Cruiser dan 3 motor Harley Davidson
Selain itu, Hary juga memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp 1,1 miliar; surat berharga Rp 15,2 miliar, serta kas dan setara kas dengan jumlah Rp 5,5 miliar dan harta lainnya tercatat Rp 8 miliar serta utang per Maret 2018 sebesar Rp 323 juta.
PT Asuransi Jiwasraya (Persero) telah banyak melakukan investasi pada aset-aset dengan risiko tinggi untuk mengejar keuntungan seperti penempatan saham sebanyak 22,4 persen senilai Rp5,7 triliun dari aset finansial.
Dari jumlah sebanyak itu, sebanyak 5 persen dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik sedangkan 95 persen sisa dananya ditempatkan di saham yang berkinerja buruk.
Selain itu, Jiwasraya juga menempatkan reksa dana sebanyak 59,1 persen senilai Rp14,9 triliun dari aset finansial. Dari jumlah tersebut, 2 persennya dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja baik.
Sementara 98 persen sisanya dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk. Akibatnya, Jiwasraya menanggung potensi kerugian negara sebesar Rp13,7 triliun hingga Agustus 2019.
Dalam penanganan kasus tersebut, Kejagung telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan dengan nomor PRINT-33/F.2/Fd.2/12/2019 tertangal 17 Desember 2019. Tim penyidik mengaku sudah memeriksa 98 saksi.
Sejak Jumat (27/12) hingga Kamis (9/1), Kejagung sudah memanggil 27 orang saksi terkait kasus tersebut. Selain itu, Kejagung juga sudah mengajukan pencegahan ke luar negeri untuk 13 orang terkait kasus ini.
Dan pada Senin (13/1) kemarin, Kejagung melakukan pemanggilan terhadap 7 orang saksi lagi yang terdiri dari sejumlah pejabat Bursa Efek Indonesia (BEI) dan mantan Direktur PT OSO Manajemen Investasi.