ASPEK.ID, JAKARTA – Kilang Plaju di Palembang, Sumatera Selatan, hingga saat ini terus menunjukkan eksistensinya melalui beragam inovasi dan pengembangan.
Padahal, kilang milik PT Pertamina (Persero) ini merupakan kilang tertua yang ada di Tanah Air dan telah beroperasi selama lebih dari 100 tahun.
Kilang Plaju dibangun pada tahun 1904 oleh Royal Dutch yang lalu diserahkan kepada BPM. N. V. Bataafsche Petroleum Maatschappij atau yang kerap disingkat menjadi BPM.
Kilang Plaju dahulu bertugas menampung minyak mentah dari tambang di daerah Prabumulih, Pendopo, dan sekitarnya lalu mengolahnya menjadi bahan bakar siap pakai untuk menggerakan kendaraan tempur, pesawat serba, dan kapal perang Belanda.
Pada masa perang dunia kedua, Kilang Plaju menjadi kilang yang sangat penting karena merupakan kilang terbesar di Asia tenggara pada saat itu.
Kehilangan Plaju berarti pasukan sekutu akan kehilangan pasukan bahan bakar untuk menggerakan mesin perang mereka melawan Jepang.
Pada 1942, Jepang menyerbu Kilang Plaju. Mereka berhasil mendudukinya usai Belanda yang terdesak berhasil membumihanguskan sebagian kilang. Setelah Jepang kalah perang, Kilang Plaju kembali diduduki oleh Belanda, sebelum direbut kembali oleh Indonesia.
Jejak Ekonomi
Sepanjang tahun 2020 lalu, di bawah lini bisnis pengolahan dan petrokimia yang diujungtombaki oleh PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI), kilang Plaju menghasilkan sebanyak 22 produk dengan volume total lebih dari 35 juta barel.
Corporate Secretary Subholding Refining & Petrochemical PT KPI, Ifki Sukarya membeberkan, ada beberapa produk unggulan yang dihasilkan Kilang Plaju.
Diantaranya adalah bahan bakar ramah lingkungan untuk mesin diesel yang dikenal dengan nama Biosolar B30; bahan bakar pesawat terbang Avtur dan bahan bakar Pertamax dan Dexlite.
Selanjutnya ada produk non-BBM seperti LPG, Musicool, dan Breezon; serta Polytam, produk petrokimia andalan industri plastik.
Produktivitas tinggi kilang Plaju tersebut telah meninggalkan jejak ekonomi yang signifikan sepanjang tahun 2020. Yang paling jelas adalah dari pembelanjaan barang dan jasa kepada pemasok dan vendor lokal.
Upaya ini diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat setempat untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan mereka.
Para pemasok dan vendor lokal merupakan badan usaha yang beroperasi di Banyuasin dan Palembang serta telah mendapatkan surat izin operasi dari Pemerintah Kabupaten Banyuasin dan Pemerintah Kota Palembang atau Provinsi Sumatra Selatan.
“Di samping barang dan jasa, penciptaan lapangan pekerjaan merupakan salah satu jejak ekonomi kilang Plaju yang tak kalah penting,” kata Ifki dalam keterangan resmi yang dikutip, Rabu (24/3).
Tidak sekadar menyerap tenaga kerja, kilang Plaju juga memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekitar dengan adanya tenaga kerja lokal mereka yang lahir di Provinsi Sumatra Selatan di antara ribuan tenaga kerja tersebut.
Bahkan, data akhir 2020 menunjukkan terdapat tenaga kerja lokal yang telah menduduki posisi manajemen senior sebanyak 12 orang.
Hal itu dapat tercapai karena kilang Plaju secara aktif melakukan rekrutmen calon pelamar kerja di beberapa perguruan tinggi atau sekolah di Provinsi Sumatra Selatan.
Dampak ekonomi yang juga penting untuk dicatat adalah kontribusi pajak kilang Plaju yang hampir mencapai Rp 180 miliar.
Selain untuk negara, kilang Plaju juga menyumbangkan pajak sebesar Rp 57 miliar kepada daerah. Pajak daerah tersebut sebagian besar didominasi oleh pajak bumi dan bangunan, sedangkan lainnya merupakan pajak pemanfaatan air permukaan industri serta pajak penerangan jalan non-PLN.
“Dengan kontribusi pajak daerah hampir Rp 60 miliar, kilang Plaju menjadi salah satu penyumbang pajak daerah terbesar di Palembang dan Sumatra Selatan. Inilah contoh nyata economic footprint, sumbangsih dari kilang Pertamina untuk terus memberikan energi, semangat dan kontribusi dalam membangun negeri,” jelasnya.