ASPEK.ID, JAKARTA – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (Kepala BKF) Febrio Kacaribu menjelaskan bahwa Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) merupakan skenario arah kebijakan ekonomi dan fiskal tahun ke depannya atau tahun 2021.
Hal ini dikatakannya dalam acara virtual Leaders Talk: KEM PPKF 2021 sebagai Skenario Arah Kebijakan Ekonomi dan Fiskal tahun 2021 pada Rabu, (17/6) di Jakarta.
Secara garis besar, KEM-PPKF mencakup tiga hal utama. Pertama, sebagai kerangka ekonomi makro yang berisi perkembangan serta proyeksi ekonomi baik di tingkat global maupun domestik, sasaran dan tantangan pembangunan serta arah kebijakan fiskal ke depan.
Kedua, pokok‐pokok kebijakan fiskal yang mencakup kebijakan fiskal jangka menengah, pokok kebijakan fiskal tahun berikutnya, serta risiko fiskal. Ketiga, kebijakan penganggaran Kementerian Negara dan Lembaga (K/L) yang merupakan penjelasan terkait pagu indikatif.
Lebih jauh, melalui KEMPPKF 2021 ini, Pemerintah memanfaatkan momentum akibat pandemi COVID-19, seperti fokus belanja negara untuk program prioritas, untuk melakukan reformasi keuangan negara secara menyeluruh. Selain itu, Indonesia juga menghindari terjebak dalam Middle Income Trap (MIT) untuk menjadi negara maju di tahun 2045.
“Arah kebijakan fiskal 2021 adalah percepatan pemulihan sosial ekonomi akibat dampak pandemi COVID-19 yang telah dimulai sejak tahun 2020, sekaligus melakukan reformasi untuk menguatkan fondasi guna keluar dari Middle Income Trap,” ungkapnya.
Pemerintah mengusulkan kisaran indikator ekonomi makro yang akan digunakan sebagai dasar penyusunan Rancangan APBN (RAPBN) 2021 yaitu sebagai berikut: pertumbuhan ekonomi 4,5-5,5 persen; inflasi 2,0-4,0 persen; tingkat suku bunga SBN 10 tahun 6,67-9,56 persen; nilai tukar Rupiah Rp14.900-Rp15.300/US$; harga minyak mentah Indonesia US$40-50/barel; lifting minyak bumi 677-737 ribu barel per hari; dan lifting gas bumi 1.085-1.173 ribu barel setara minyak per hari.
Sebagai konsekuensi dari besarnya kebutuhan countercyclical pemulihan ekonomi di tahun 2020 dan 2021, serta upaya-upaya penguatan fondasi perekonomian, maka kebijakan makro-fiskal di tahun 2021 dirumuskan sebagai kebijakan fiskal ekspansif konsolidatif dengan defisit pada pada kisaran 3,05 – 4,01 persen terhadap PDB serta rasio utang di kisaran 33,84 – 35,88 persen terhadap PDB.
Pembiayaan akan dilakukan secara terukur dengan terus menjaga sumber-sumber pembiayaan secara aman, hati-hati, dan berkelanjutan (sustainable) agar rasio utang terjaga dalam batas aman.
Asumsi-asumsi yang diajukan tersebut diharapkan dapat menghasilkan APBN 2021 yang kredibel dan mampu menjadi instrumen kebijakan fiskal yang tepat baik untuk mempercepat pemulihan maupun untuk mendukung reformasi.