ASPEK.ID, JAKARTA – Ketua DPR RI Bambang Soesatyo meluncurkan buku ‘Akal Sehat’. Buku setebal 373 halaman memuat pandangan, ulasan dan pikirannya atas berbagai peristiwa politik terkini sejak 2017-Agustus 2019.
“Sebelum resmi diluncurkan siang ini, pagi tadi saya sudah curi start menyerahkan buku ini kepada Presiden Joko Widodo. Beliau menitip salam untuk semua yang hadir dalam peluncuran,” ujar Bamsoet dalam peluncuran buku ‘Akal Sehat Bambang Soesatyo’, di Posko Bamsoet, Jakarta, Rabu (28/8/19).
Bamsoet menyebutkan selalu teringat filosof Islam yang sangat masyhur, Imam Al Ghazali, yang berpesan, ‘menulislah maka anda akan hidup selamanya’. Sebagaimana pepatah latin, ‘verba volant scripta manent’, ‘yang terkatakan akan lenyap sedang yang tertulis akan abadi’.
Anggota dewan ini berharap, tulisan-tulisan yang saya lahirkan ini kelak akan bisa menemani anak, cucu, dan generasi bangsa tatkala saya sudah pergi menghadap Sang Pencipta.
Bamsoet mengutip data Badan Pusat Statistik 2018, Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menyampaikan terdapat 1.211 bahasa dan 1.158 diantaranya adalah bahasa daerah. Teridentifikasi pula 1.340 suku di Indonesia. Suku Jawa menempati posisi pertama yakni 41 persen dari total populasi.
Agama yang diakui terdiri atas agama Islam, Kristen, Protestan, Hindu dan Budha. Karenanya, hidup di Indonesia bukan lantas meniadakan keragaman itu, melainkan bagaimana kita mampu merajut keberagaman, sehingga dapat tercipta harmoni kehidupan.
“Karenanya dalam buku ‘Akal Sehat’ ini dengan tegas diuraikan kita tidak boleh membiarkan politik identitas tumbuh subur, karena dapat menyulut permusuhan dan mengancam persatuan serta kesatuan. Penggunaan politik identitas sangat bahaya bagi sebuah negara yang multikultural dengan berbagai etnis, suku, ras, agama, dan budaya, seperti halnya Indonesia,” terang Bamsoet.
Dewan Pakar KAHMI ini tak segan mengingatkan, kehidupan berbangsa dan bernegara dalam dua dekade pasca reformasi dihadapkan pada tantangan menipisnya nilai-nilai keadaban demokrasi. Nilai-nilai keadaban itu berupa kejujuran, partisipasi, gotong royong, toleransi dan musyawarah.
“Sistem nilai yang selama ini terwariskan sejak lama, nyatanya semakin luntur akibat semakin menguatnya arus globalisasi dan modernisasi, sebagai efek negatif dari kemajuan teknologi informasi. Dari itulah, buku ini berusaha menyelamatkan akal sehat kita, agar tetap waras dan tak terjebak dalam jurang kegilaan,” pungkasnya.