Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengumpulkan penerimaan pajak kripto sebesar Rp246,45 miliar sepanjang 2022. Dia menyampaikan bahwa perolehan Pajak Penghasilan (PPh) melalui perdagangan melalui sistem elektronik dalam negeri (PMSE DN) dan penyetoran sendiri mencapai Rp117,44 miliar. Selain itu, perolehan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pemungutan oleh non bendaharawan mencapai Rp129,01 miliiar.
“Untuk transaksi kripto kita mengumpulkan lebih dari Rp117 miliar dan PPN dalam negerinya mencapai Rp129,01 miliar,” katanya dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (3/1/2023).
Pengenaan pajak atas aset kripto berlaku sejak 1 Mei 2022. Setelah sebulan berlaku, pada Juni 2022, pemerintah berhasil meraup penerimaan dari pajak kripto sebesar Rp48 miliar. Pada Agustus 2022, penerimaan pajak kripto tercatat tembus Rp126,75 miliar, mencapai tiga kali lipat dari nilai yang terkumpul pada Juni 2022.
Adapun, aturan pengenaan pajak atas kripto tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 68/PMK.03/2022 tentang PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto. Pemerintah menilai, aset kripto berkembang secara luas dan menjadi komoditas perdagangan, sehingga layak dijadikan sebagai objek pajak.
Berdasarkan beleid tersebut, PPN berlaku atas penyerahan aset kripto oleh penjual, jasa penyediaan sarana elektronik untuk transaksi perdagangan aset kripto, serta jasa verifikasi transaksi aset kripto dan/atau jasa manajemen kelompok penambang aset kripto (mining pool).
Pengenaan PPN berlaku untuk penyerahan aset kripto oleh penjual di dalam daerah pabean dan/atau kepada pembeli aset kripto di dalam daerah pabean. PPN juga dipungut untuk transaksi kripto terhadap barang atau jasa lainnya, seperti untuk pembelian non fungible tokens (NFT).
PMSE akan bertugas memungut, menyetor, dan melaporkan PPN terutang atas penyerahan aset kripto. PMSE merupakan penyelenggara yang melakukan kegiatan pelayanan untuk memfasilitasi transaksi aset kripto, termasuk perusahaan dompet elektronik (e-wallet).