ASPEK.ID, JAKARTA – Kasus gagal bayar yang dialami perusahaan asuransi kepada para pemegang polis menjadi sorotan publik dalam beberapa waktu terakhir.
Kasus gagal bayar premi tersebut terjadi pada perusahaan-perusahaan asuransi besar seperti kasus yang dialami oleh Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar transaksi keuangan yang menjurus kepada fraud, harus dilakukan tindakan tegas. Demikian dikatakan Kepala Negara dalam acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2021, pada Jumat (15/1) lalu.
Dari amanah Bapak Presiden itu tentunya kita dapat jabarkan, misalnya dalam case AJBB 1912 sebagai berikut :
Hindari hal yang membahayakan Konsumen dan Sektor Jasa Keuangan, dan semaksimal mungkin tidak merugikan masyarakat Pempol, ujung tombak perusahaan seperti pekerja, agen asuransi, tenaga outsourcing, dan sebagainya, serta pedomani peraturan perundangan dan norma hukum yang berlaku.
Pengelola Statuter
Selain itu juga penting mempertimbangkan alternatif solusi sesuai amanah ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, salah satunya yang diamanahkan undang-undang yaitu Pengelola Statuter (PS).
AJBB 1912 kini realitasnya vacuum of power (tanpa organ yang memenuhi ketentuan anggaran dasar/AD).
Bagaimana caranya bisa segera menyelenggarakan pemilihan Badan Perwakilan Anggota (BPA) baru yang menghasilkan BPA baru yang legitimate dan kredibel serta tidak cacat hukum pelaksanaan mekanismenya?
Dalam kondisi ini, apa dan siapa yang bertanggung jawab dan bertindak untuk menetapkan solusi?
Parallel Run
Mungkin selain penetapan PS, masih ada alternatif solusi lain yang lebih baik, silakan kewenangannya lembaga yang berkompeten menetapkan apa lagi yang terbaik dan aman bagi seluruh masyarakat, agar tidak berlarut dan menjadikan bom waktu.
Agar tindakan korporasi tidak bermasalah hukum di kemudian hari, tentu harus menghindari penyimpangan dari etika bisnis serta tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).
Kemudian, organ BPA baru AJBB 1912 yg kredible dan legitimate harus segera terbentuk sesuai mekanisme dan norma yang berlaku (mungkin harus seperti layaknya model pemilu, mempedomani azas luber dan jurdil.
Tentu harus ada KPU, Bawaslu, Lembaga Independen yang ikut mengawasi, tidak boleh ada suara yang hilang, semua pempol sebagai anggota pemilik perusahaan tanpa terkecuali harus ikut pemilihan).
Sambil memikirkan dan memutuskan mekanisme pemilihan BPA baru, jangan lupa bom waktu lain yaitu persoalan likuiditas AJBB 1912 tidak kalah penting dan beratnya.
Selain itu, juga bagaimana mencari solusi pendanaan untuk pembayaran klaim masyarakat Pempol yang sudah resah dan pasrah, gaji bulanan pegawai yang resah karena terseok seok, hak agen yang tertahan, tertunggaknya berbulan bulan honor wong cilik (OB, juru layan, tenaga keamanan dan tenaga outsourching lainnya).
Keadaan ini sejatinya bisa berakibat pelayanan operasional terbengkalai, kewajiban perusahaan lainnya yang mungkin banyak yang tertunda dan diabaikan apakah kepada Negara atau mitra kerja lainnya.
Setelah BPA baru terpilih, kemudian bisa dilanjutkan dengan penetapan Direksi dan Komisaris (yang memiliki kompetensi & integritas tinggi) yang dibentuk oleh BPA baru tersebut.
Selanjutnya tugas PS sudah cukup, segera berakhir dan serahkan kembali ke manajemen perusanaan yang baru terbentuk.
Memang belum ada jaminan juga manajemen baru itu akan mampu menyelamatkan AJBB. Tetapi, insan AJBB yang terkait harus bergandeng tangan, kembali ke prinsip usaha bersama, kekeluargaan, gotong royong, sehingga organ baru yang terbentuk tidak mubazir dan tidak memperpanjang keruwetan.
Saya juga berharap, kubur dalam-dalam dan buang jauh-jauh yang kurang baik selama ini misal adanya kubu-kubuan dan gontok-gontokan yang runcing dan berbeda target tujuan yang nggak penting dari masing-masing kubu.
Serta senantiasa ingat selalu, niat leluhur yang sangat mulia yang menginisiasi pendirian UBER AJBB 1912 demi kesejahteraan rakyat Indonesia generasi penerus NKRI.
Hindari juga kasus ini menjadi catatan sejarah adanya preseden yang kurang baik di internal Bumiputera, dan di NKRI. Memang tidak sederhana, sangat ruwet, ibarat penyakit yang hinggap cukup lama dan kronis serta komplikasi.
Tidak kalah sangat penting juga dalam hal ini membutuhkan kehadiran Negara dan political will Pemerintah, serta kesungguhan dari lembaga yang berkompeten dan berwenang.
Hal ini untuk menjaga dan mengawal eksistensi UBER untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Sekali lagi, AJB Bumiputera 1912 itu institusi bisnis, jadi harus memakai pendekatan aksi korporasi. AJBB 1912 bukan panti asuhan, bukan ormas, juga bukan organisasi politik.
Dengan demikian pendekatan selain aksi korporasi akan tidak elok bila dipertunjukan bisa menodai amanah leluhur berkenaan Usaha Bersama (UBER) demi kesejahteraan masyarakat banyak.
Semoga semuanya baik baik saja. Amin.
***
Oleh: Diding S. Anwar (Ketua Komite Tetap Bidang Konstruksi dan Infrastruktur Kadin Indonesia)