ASPEK.ID, JAKARTA – Direktur Riset Centre of Economic Reform (CORE) Piter Abdullah menuturkan ketentuan uang muka rumah dibeda-bedakan untuk memitigasi risiko pada tiap bank yang memiliki karakter beragam.
“Pelonggaran LTV sebelumnya pada tahun 2018, bahkan meniadakan uang muka untuk pembelian rumah pertama type 70 ke bawah,” ujarnya disalin dari Bisnis, Kamis (3/9/2019).
Piter menyatakan sektor properti merupakan segmen konsumer yang bisa menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi karena memberikan efek berganda. Dengan kenaikan sektor properti akan mendorong permintaan pada sektor turunan, seperti material, mebel, dan lainnya.
Piter menjelaskan tidak bisa memastikan apakah pelonggaran ini mampu mengerek permintaan KPR perbankan.
Sebagaimana diketahui, BI menurunkan batasan uang muka (down payment/DP) kredit pemilikan rumah untuk mendorong penyaluran pembiayaan perbankan sehingga memacu pertumbuhan ekonomi. Kebijakan yang diumumkan pada pengujung September lalu itu mulai berlaku 2 Desember 2019.
Relaksasi kebijakan dilakukan dengan memperlonggar batasan bank dalam menyalurkan kredit pemilikan rumah (KPR) atau bisa disebut loan to value (LTV).
Dengan pelonggaran LTV tersebut, ruang bank menyalurkan KPR lebih longgar sehingga uang muka yang dibayarkan oleh calon debitur menjadi lebih ringgan. Namun, tidak semua bank bisa memberikan DP ringan.
Hanya bank yang memiliki risiko kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) rendah yang bisa menawarkan uang muka rendah. Hal itu untuk menjaga kesehatan bank dalam menyalurkan kredit.
Penyaluran KPR masih mencatatkan pertumbuhan dua digit meskipun melambat. Per Juni 2019 KPR tercatat tumbuh 12,28% secara year-on-year (yoy). Angka itu melambat dibandingkan dengan posisi Juni 2018 yang tumbuh 13,24% yoy. Adapun total KPR per Juni 2019 sebesar Rp465,9 triliun.