ASPEK,ID, JAKARTA – Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah menyebutkan bahwa pertumbuhan penyaluran kredit pada Agustus 2019 masih melambat.
Dua hal penyebabnya yakni supply dan demand (permintaan dan penawaran). Dari sisi supply, terang dia kebijakan moneter masih butuh waktu untuk mulai dirasakan efektif.
“Pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) memang membuat bank sedikit bernafas. Namun demikian pertumbuhan DPK (dana pihak ketiga) yang rendah menyebabkan LDR (loan to deposit ratio) meningkat sehingga dampak pelonggaran GWM tidak begitu significant,” sebut Piter, Senin (30/9/2019).
Piter menuturkan kebanyakan likuiditas bank terutama untuk bank buku 1 dan 2 masih terasa sangat ketat. Dengan masih ketatnya likuiditas, supply kredit menjadi terkendala dan terbatas. Demikian juga dengan kebijakan Bank Indonesia yang menurunkan suku bunga acuan, dimana dampaknya ke suku bunga kredit belum terjadi. Suku bunga deposito sudah mulai merangkak turun, tapi suku bunga kredit belum bergerak menyesuaikan.
Di sisi demand, perlambatan ekonomi global memicu turunnya permintaan dan harga komoditas berdampak significant terhadap aktivitas ekonomi dan menyebabkan menurunnya permintaan kredit. Khususnya pada sektor yang terkait dengan sektor pertambangan hingga perkebunan.
“Penurunan harga dan permintaan produk komoditas bahkan meningkatkan risiko kredit di sektor terkait. Bank di tengah kondisi seperti ini lebih memilih untuk selektif menyalurkan kredit,” jelasnya. (Sindonews)