ASPEK.ID, JAKARTA – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dikabarkan memanggil mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Chandra Hamzah, Senin (18/11/2019).
Sosok yang pernah menjadi Komisaris Utama PT PLN (Persero) itu tiba Kementerian BUMN yang terletak di Jl. Medan Merdeka Selatan No 13, Jakarta Pusat sekitar pukul 08.30 WIB.
Saat dimintai wawancara oleh sejumlah awak media, Chandra Hamzah yang datang menggunakan batik berwarna cokelat itu enggan memberikan komentar lebih lanjut.
“Saya diajak ngopi-ngopi mas,” ujarnya singkat.
Seperti pemanggilan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok beberapa hari lalu, pemanggilan Chandra Hamzah disinyalir kuat merupakan langkah awal untuk menjadikan dia sebagai petinggi di salah satu perusahaan pelat merah.
Profil Chandra Hamzah
Chandra Hamzah lahir di Jakarta pada 25 Februari 1967. Dia merupakan seorang pengacara, ahli hukum dan mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi. Pada 23 Desember 2014, ia terpilih menjadi Komisaris Utama PT PLN (Persero).
Pemilihan Chandra dilakukan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT PLN (Persero), didampingi oleh dua komisaris lainnya, yakni Budiman (mantan KSAD) dan Hasan Bisri (mantan Wakil Ketua BPK).
Ia menyelesaikan pendidikan sarjananya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Disini ia sempat menjadi Komandan Resimen Mahasiswa UI dan Ketua Senat Mahasiswa UI. Selesai kuliah ia ikut membidani lahirnya Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia. Ia juga pernah aktif di YLBHI sebelum bekerja di PT Unilec Indonesia.
Setelah itu ia memulai karier sebagai pengacara di sejumlah firma hukum, hingga ia menjadi co-founder Assegaf Hamzah and Partners. Chandra merupakan sedikit dari ahli hukum yang memiliki empat lisensi sekaligus, yakni lisensi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual, Konsultan Hukum Pajak, Konsultan Hukum Pasar Modal, dan Pengacara/Penasehat Hukum/Advokat.
Pada tahun 2007 ia terpilih sebagai Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan serta Bidang Informasi dan Data. Pada tahun 2009, Chandra dipidanakan bersama Bibid Samad Rianto dan bebas pada 5 Januari 2011. Selanjutnya pada 28 Januari 2014, ia menarik perhatian publik karena menjadi pengacara Direktur Operasi Mapna Indonesia Mohamad Bahalwan yang tersandung kasus korupsi.