ASPEK.ID, JAKARTA – RUU Perkoperasian banyak ditentang oleh pelaku koperasi. Hal ini pula yang membuat RUU tersebut batal disahkan DPR. Keberatan terhadap RUU Perkoperasian karena pemerintah tidak mengajak duduk bersama para pelaku koperasi. Padahal saat RUU itu disahkan, pelaku usaha yang akan menjalankannya.
“Kenapa teman-teman koperasi juga ada yang keberatan? karena kami tidak diajak duduk bareng juga sama pemerintah. Sementara UU itu konsekuensinya adalah para pelaku yang akan menjalankan UU tersebut, kalau tidak diajak bicara lalu bagaimana?” ujar Ketua Umum Koperasi Simpan Pinjam (Kospin) Jasa Andi Arslan dilansir laman Kontan di Jakarta, Kamis (3/10/2019).
Kontroversi RUU Perkoperasian muncul lantaran ketentuan sejumlah pasal yang dinilai memberatkan koperasi. Salah satunya yakni Pasal 82 huruf h dan Pasal 132 yang mengharuskan koperasi membayar iuran kepada Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin).
Andi meyakini bahwa penyusunan RUU tersebut pasti untuk memperbaikai UU Koperasi yang ada saat ini. Sayangnya menurut Andi, pemerintah alpa tidak mengajak bicara para pelaku usaha koperasi.
“Perkara satu atau dua pasal yang belum pas, mungkin hanya komunikasinya saja yang kurang baik,” ucapnya.
Ia berharap, akan ada komunikasi yang lebih baik antara pembuat kebijakan dan para pelaku koperasi. Sebagai informasi, RUU Perkoperasian telah resmi ditunda. Penundaan ini diputuskan dalam rapat paripurna terakhir di DPR RI periode 2014-2019, Senin (30/9) yang berlangsung tanpa interupsi dan perdebatan.
Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) pada 2017 tercatat 4,48 persen atau setara Rp 452 trilun, kemudian meningkat di akhir 2018 mencapai 5,1 persen atau setara Rp 753,84 triliun. Adapun jumlah koperasi aktif di Indonesia per akhir 2018 mencapai 138.140.