ASPEK.ID, JAKARTA – Gemah Ripah Loh Jinawi. Tidak ada yang salah dengan pepatah tersebut. Indonesia memang diberkahi kekayaan yang berlimpah, baik itu hasil alamnya maupun keindahan alam yang tersebar dari ujung timur barat Sabang sampai ke ujung timur Merauke.
Jika berkaca di masa lalu, sektor pariwisata Indonesia masih sangat memprihatinkan. Dari berbagai sisi, pariwisata Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara lain di dunia, di Asia bahkan di Asia Tenggara sekalipun.
Pelan tapi pasti, Indonesia dalam beberapa tahun terakhir terlihat serius menggarap potensi pariwisatanya. Berbagai gagasan dan terobosan pun dilakukan untuk mendongkrak popularitas pariwisata serta menggaet wisatawan mancanegara (wisman) datang ke Indonesia.
Bukan hal yang mustahil tentunya, karena Indonesia memiliki ribuan destinasi, baik yang sudah populer namanya maupun yang masih belum digarap secara optimal.
Staf Ahli Menteri Pariwisata RI, Hiramsyah S Thaib saat menjadi narasumber Serial Diskusi ABe Talks: ‘The Role of Tourism in Pursuing The Indonesian Dream of 2030’ di The Atjeh Connection Sarinah, Jakarta, Kamis (17/10) sore mengatakan, saat ini kinerja sektor pariwasata Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan.
“Terbukti, Travel Tourism Competitiveness Index melaporkan bahwa pada 2019, Indonesia berada pada peringkat 40, naik 30 peringkat dari posisi sebelumnya di peringkat 70 pada 2013,” kata Hiramsyah yang juga Ketua Pokja Bidang Percepatan Pembangunan 10 Destinasi Pariwisata Prioritas Kementerian Pariwisata.
Tidak hanya itu, kata Hiramsyah, World Travel & Tourism Council juga mencatat bahwa pariwisata Indonesia menjadi yang tercepat tumbuh dengan menempati peringkat ke-9 di dunia, nomor 3 di Asia, dan nomor 1 di Asia Tenggara.
“Jumlah kunjungan wisman ke Indonesia pada 2018 naik menjadi 15,81 juta kunjungan atau naik 12,58 persen dibandingkan tahun 2017 yang berjumlah 14,04 juta kunjungan,” jelas Hiramsyah dalam diskusi yang dipandu oleh corporate management expert, Ahmad Bambang.
Hiramsyah melanjutkan, kenyataan diatas ikut berimbas pada sumbangan devisa pariwisata Indonesia yang melonjak tajam. Sebagai perbandingan, di 2016 sumbangan devisa pariwasata sebanyak USD 12,2 miliar, lalu USD 13,5 miliar di 2016, naik lagi menjadi USD 16,8 miliar di 2017 dan menjadi USD 17 miliar di 2018.
Sumbangan devisa sektor pariwisata disebutkannya mampu melewati capian sektor migas dan sektor batubara dan saat ini hanya kalah dari sumbangan sektor CPO (minyak sawit mentah).
“Tahun 2019 ini kita menargetkan mampu menyumbang devisa sebesar 20 miliar dollar AS atau setara Rp 283 triliun.Target ini lebih besar 3 miliar dollar AS dibandingkan perolehan devisa dari pariwisata tahun lalu yakni 17 miliar dollar AS atau setara Rp 240 triliun,” imbuhnya.
Kementerian Pariwisata juga semakin yakin bisa mencapai target itu dengan menciptakan 10 ‘Bali Baru’ dengan destinasi di Danau Toba, Tanjung Kelayang, Borobudur, Wakatobi, Morotai, Tanjung Lesung, Kepulauan Seribu, Bromo Tengger Semeru, Mandalika dan Labuan Bajo plus 1 destinasi tambahan yakni Likupang.
“Dengan berbagai pembangunan infrastruktur yang saat ini dilakukan oleh pemerintah serta dukungan dan kerjasama dari sejumlah kementerian, maka bukan tidak mungkin pariwisata bisa menjadi penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia,” jelasnya.