PT Pertamina (Persero) berhasil melakukan penghematan atau efisiensi anggaran operasional total sebesar USD 1,9 miliar. Jika dikonversi ke rupiah dengan kurs saat, angka itu setara Rp 29,7 triliun.
Hal itu diungkapkan Menteri BUMN, Erick Thohir, dalam jumpa pers di SPBU Pertamina di Jl. MT Haryono, Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2023).
Dia menjelaskan, efisiensi tersebut diraih Pertamina selama tiga tahun berturut-turut yakni 2020 hingga 2022. Pada 2020 hingga 2021, ujarnya, efisiensi ongkos operasional Pertamina mencapai USD 1,3 miliar.
“Artinya apa? Kalau ada asumsi Pertamina tidak melakukan efisiensi, salah besar! Tahun ini pun saya cek, itu ada penghematan USD 600 juta. Jadi total-totalnya hampir USD 1,8 miliar-USD 1,9 miliar. Ini angkanya saya bulatkan ya,” kata Erick Thohir.
Menteri BUMN itu juga meminta BUMN khususnya di sektor energi seperti Pertamina dan PLN, untuk berhemat. Sebagai kompensasinya, pemerintah mempercepat pembayaran kompensasi dan subsidi untuk Pertamina dan PLN.
“Waktu itu saya tekankan capex (capital expenditures/belanja modal) mesti turun, tidak boleh foya-foya, jangan ada mark up-mark up, buktinya bisa capex turun sampe 25-30 persen di PLN, artinya pemborosan itu pernah terjadi,” ungkap Erick Thohir.
Permintaan penghematan dan efisiensi anggaran operasional, juga pernah ditekankan Presiden Jokowi. Hal ini merespons besarnya subsidi energi yang harus digelontorkan pemerintah.
Dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Senin (20/6/2022), Jokowi menyampaikan tidak ingin masyarakat beranggapan subsidi yang diberikan pada BUMN energi tak dibarengi upaya penghematan.
“Subsidi dari Kemenkeu tanpa ada usaha efisiensi di PLN, Pertamina, ini yang dilihat publik kok enak banget,” ujarnya.
Jokowi mengingatkan agar kedua Pertamina dan PLN bisa lebih berhemat lagi, khususnya mencegah terulangnya masalah seperti kebocoran.
“Mana yang bisa diefisiensikan, mana yang bisa dihemat, kemudian mana kebocoran yang bisa dicegah, semuanya harus dilakukan posisi-posisi seperti ini,” pungkas Jokowi.