Indonesia saat ini memiliki empat pelabuhan besar yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Salah satu tolok ukur pengelolaan pelabuhan bagi perdagangan internasional, adalah seberapa besar volume barang yang diangkut menggunakan petikemas keluar atau masuk sebuah Negara Pelabuhan (free zone).
Pada tahun 2018 UNCTAD melakukan Review Of Maritime Transport: Leading 20 Global Container Ports, 2017.
Lihat tabel di bawah ini. Dimana Indonesia?

Perdagangan petikemas memiliki pertumbuhan yang tidak terlalu menggembirakan, walaupun demikian kecenderungan pergeseran transportasi kargo dari metode kargo lepas ke petikemas tetap bergeliat.
Pertumbuhan efisiensi terminal dan kapasitas kapal petikemas menciptakan pertumbuhan global tahunan hanya 5,9%.
Sangat disayangkan Pelabuhan Indonesia belum dapat memberikan kontribusi positif sepanjang tahun 2017, karena tidak ada Pelabuhan Indonesia sebagai individu yang mencapai daftar 20 besar terminal petikemas dunia.
Perkembangan perdagangan petikemas melalui laut bertumbuh tidak signifikan. UNCTAD dalam “Review of Maritime Transport 2018” melaporkan bahwa pada tahun 2017 sebanyak 336.630 petikemas telah diperdagangkan melalui pelabuhan di dunia atau naik 5,9% dari tahun sebelumnya.
Faktor-faktor yang menguntungkan perkembangan ini adalah bertambahnya ukuran kapal petikemas yang mengakibatkan peningkatan kapasitas angkut menjadi 40,2 juta TEUs (UNCTAD, 2018) dan meningkatnya efisiensi pengelolaan terminal petikemas di seluruh dunia.
Meskipun perkembangan perdagangan petikemas laut memiliki pertumbuhan yang tinggi dalam perdagangan petikemas global, Indonesia tidak mendapatkan keuntungan yang signifikan dari sisi volume.
Jika dilihat dari jumlah petikemas ekspor dan impor yang melalui pelabuhan di Indonesia pada tahun 2017 tidak menempatkan Indonesia dalam kelompok negara berkembang sekalipun dari total arus petikemas global (UNCTAD, 2018).
Beberapa Pelabuhan di Indonesia yang mengirimkan petikemas internasional secara langsung atau melalui Singapura atau Malaysia tetapi tidak satupun terminal petikemas di Indonesia yang tercatat secara individual dalam daftar 20 terminal dengan arus petikemas internasional terbesar pada tahun tersebut.
Pelabuhan di Indonesia masih jauh di bawah pencapaian Laem Chabang (Thailand) yang sudah berada di posisi ke-20 dengan 7,76 juta TEUs.
Saat ini angkutan petikemas dari dan ke pelabuhan di Indonesia dilakukan dengan tiga pola angkutan, yaitu:
1. Rute langsung luar negeri
Pada rute ini petikemas diangkut langsung dari dan ke pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri, dan umumnya ke Singapura atau Malaysia.
Di kedua negara, petikemas Indonesia dipindahkan ke kapal yang lebih besar untuk diangkut ke pelabuhan akhir melalui jalur perdagangan utama.
Pengangkutan langsung ke luar negeri umumnya dilakukan untuk mencari alternatif rute yang lebih murah dan menghindari pengiriman petikemas berganda sebelum dikapalkan ke pelabuhan hub di Singapura atau Malaysia.
Dengan mengirimkan petikemas secara langsung, pemilik barang shipper tidak perlu menanggung biaya bongkar/muat di pelabuhan hub dan hanya menanggung angkutan laut satu kali.
2. Rute Transshipment
Untuk mencapai volume dan ketersediaan jalur angkutan yang tinggi dari jalur transshipment dengan frekuensi yang lebih tinggi, petikemas ekspor/impor dari pelabuhan yang sebenarnya dipindahkan ke pelabuhan yang lebih besar untuk ditampung.
Pengangkutan dapat menggunakan armada pelayaran nasional dengan petikemas milik sendiri atau petikemas sewa yang dapat diangkut oleh armada pelayaran luar negeri yang melakukan perjalanan dari satu pelabuhan singgah ke pelabuhan singgah lainnya.
3. Rute Domestik
Rute ini murni digunakan untuk mengangkut petikemas dari dan ke pelabuhan di wilayah Indonesia dengan menggunakan armada pelayaran nasional.
Potensi barang yang diangkut pada jalur ini cukup besar, mencapai 8,5 juta TEUs pada tahun 2017, yang mencakup sekitar 57% dari total arus petikemas di Indonesia yang berjumlah sekitar 14,9 juta TEUs.
Integrasi Pelabuhan Indonesia diharapkan dapat menghasilkan kekuatan yang luar biasa dalam perdagangan internasional.
Integrasi dengan operator kapal nasional akan menjadikan mereka sebagai pemain utama transportasi laut domestik dan mengurangi aktivitas feeder asing.
Single Yard System dapat menjadi alternatif untuk mengembangkan kekuatan jaringan Pelabuhan Indonesia dengan jalur pelayaran nasional dalam perdagangan petikemas internasional.
Sistem ini akan menjadikan seluruh pelabuhan petikemas Indonesia sebagai satu lapangan petikemas yang besar, dan mengabaikan transportasi laut di antara mereka.
Penerapan sistem tersebut harus didukung penuh oleh seluruh pemangku kepentingan untuk memberikan penyederhanaan sistem operasi, biaya transportasi optimal, dan proses dokumen yang transparan.
Seluruh sistem terhubung dengan teknologi informasi handal sehingga informasi yang terintegrasi dapat digunakan bersama untuk perencanaan dan pengelolaan yang lebih baik.
Dalam angkutan petikemas, tidak satupun perusahaan pelayaran nasional yang masuk dalam daftar 20 besar operator kapal petikemas dunia.
Beberapa perusahaan pelayaran nasional cukup mampu melayani angkutan petikemas dalam negeri, meskipun tidak cukup kuat untuk melayani angkutan petikemas luar negeri.
Berangkat dari beberapa kondisi di atas, tulisan ini menawarkan konsep penataan kekuatan pelabuhan Indonesia melalui Single Yard System yang bersinergi dengan perusahaan pelayaran petikemas nasional.
Proses konsolidasi dan pendistribusian barang di terminal guna memperoleh volume yang cukup menguntungkan untuk mengundang perusahaan pelayaran yang memiliki pelayanan langsung ke pelabuhan tujuan di Eropa, Amerika dan Jepang. Tulisan ini tidak membahas kriteria dan pengembangan pelabuhan hub.
Sinergi antara perusahaan pelayaran nasional dengan operator pelabuhan dapat diwujudkan dalam sebuah sistem yang disebut “Single Yard Management”.
Konsep “Single Yard” dimulai dari adanya pelabuhan yang bertindak sebagai pengumpul dan pelabuhan yang berfungsi sebagai pemasok, dimana lapangan peti kemas (container yards/CY) di kedua pelabuhan tersebut seolah-olah terhubung satu sama lain sebagai kegiatan transportasi laut, sehingga menjadi bagian dari lapangan petikemas besar secara keseluruhan.
***
Oleh: Wahyu Agung Prihartanto, lulusan Master Marine PIP Semarang