ASPEK.ID, JAKARTA – Kinerja Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir saat ini sedang dielu-elukan. Berbagai gebrakan dan terobosan ‘berani’ membuat nama Erick Thohir ramai diperbincangkan publik.
Nama Erick Thohir kerap menghiasi berbagai media cetak, online maupun elektronik dalam beberapa waktu terakhir dan cukup sering menjadi tajuk pemberitaan, karena program ‘bersih-bersih’ BUMN yang dilakukannya.
Taji Erick Thohir mendapat apresiasi dari berbagai pihak, termasuk dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Erick Thohir dinilai mampu mengemban amanah sebaga pemimpin armada perusahaan pelat merah yang bernaung di bawah Kementerian BUMN.
Dari berbagai kebijakan dan keputusan yang diambil, salah satu langkah Erick Thohir yang sangat diapresiasi adalah keputusannya memberhentikan sejumlah petinggi di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk karena diduga terlibat kasus yang dikenal dengan skandal Harley dan Brompton.
Isu lain selanjutnya muncul. Erick Thohir dituntut untuk mengambil tindakan tegas terhadap BUMN yang bergerak di bidang galangan kapal, PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (Persero) yang disinyalir memiliki segudang masalah
Mantan Komisaris Utama PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (PT DKB), Desi Albert Mamahit, dalam keterangannya mengatakan, Erick Thohir harus segera membersihkan perusahaan yang merugi terus setiap tahun ini.
“Harus ada perubahan besar-besaran di jajaran manajemen direksi,” kata Desi Arlbert, Jum’at (13/12/2019).
Ia menyebutkan, jajaran komisaris sebelumnya pernah mencoba melakukan investigasi mengenai kondisi perusahaan serta proyek yang dikerjakan dan hasilnya, ada beberapa temuan proyek yang bermasalah.
Dia juga mengatakan pernah mengirimkan surat kepada mantan Menteri BUMN Rini Soemarno perihal kondisi PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari pada pada 20 Agustus 2019.
“Isinya, menyoroti neraca keuangan perusahaan yang negatif hingga Rp 2,06 miliar hingga April 2019. Akibatnya, biaya operasional dan hak para karyawan, seperti gaji yang tersendat akibat kinerja perusahaan,” jelasnya.
Dia pun berharap Menteri BUMN saat ini, Erick Thohir bisa mengevaluasi kinerja direksi perusahaan tersebut. Ia berpandangan, perusahaan BUMN perkapalan ini mesti dipimpin figur yang paham dan pengalaman di bisnis galangan kapal.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti sebanyak 7 BUMN yang telah menerima Penyertaan Modal Negara (PMN) namun kinerja keuangannya tetap merugi pada 2018.
“Kerugian terjadi pada 7 BUMN, yaitu PT Dok Kodja Bahari, PT Sang Hyang Seri, PT PAL, PT Dirgantara Indonesia, PT Pertani, Perum Bulog, dan PT Krakatau Steel,” ujar Sri Mulyani dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (2/12/2019).
Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani Menyebut bahwa PT Dok Kodja Bahari merugi akibat beban administrasi dan umum yang terlalu tinggi, yaitu 58 persen dari pendapatan.
Profil Singkat
PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero) didirikan pada tahun 1990, merupakan hasil merger (pengabungan) dari 4 (empat) industri galangan kapal yang terpadu untuk meningkatkan kinerja. 4 (empat) industri galangan kapal tersebut adalah PT Dok & Perkapalan Tanjung Priok (Persero) berdiri tahun 1891 dan PT Kodja (Persero), PT Pelita Bahari (Persero) dan PT Dok & Galangan Kapal Nusantara (Persero) yang ketiganya berdiri pada tahun 1964.
PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero) berkantor pusat di Jalan Sindang Laut No 101, Cilincing, Jakarta Utara memiliki 4 (empat) Galangan yang terletak di Jakarta yaitu Galangan I, II, III dan Galangan Paliat serta 6 (enam) Cabang yang tersebar di luar Jakarta yaitu Sabang, Batam, Palembang, Cirebon, Semarang dan Banjarmasin.
PT Dok & Perkapalan Bahari (Persero) memiliki 2 Anak Perusahaan yaitu PT AIRIN yang bergerak dibidang depo peti kemas dan pergudangan sedangkan PT Kodja Terramarin bergerak dibidang chemical product dan perdagangan umum.
Berdasarkan laporan keuangan di laman resmi DKB sebagaimana dilansir dari laman Tempo, pendapatan perusahaan pada periode 2010-2014 cenderung fluktuatif. Pada 2014, pendapatan tercatat sebesar Rp 558,14 miliar. Sementara, rugi bersih perusahaan mencapai Rp 175,9 miliar dan total aset Rp 1.327,27 miliar.
Sementara berdasarkan Dokumen Kementerian Keuangan hingga triwulan II 2019, dari Rp 900 miliar dana PMN periode 2015-2019, PT Dok Kodja Bahari baru mencapai realisasi penggunaan dana 24,1 persen dan realisasi fisik rata-rata 25 persen.
Dalam dokumen yang sama, tampak return on equity perseroan -27,9 persen dan debt to equity ratio -3,28 alias berada di zona merah. Di samping itu, z-score perseroan -1,72 alias berada di area rentan bangkrut.