ASPEK.ID, JAKARTA – Dalam dunia bisnis ada dua jenis risiko; risiko bisnis dan risiko keuangan. Risiko bisnis adalah jenis risiko yang terjadi karena perilaku operasi dari bisnis itu sendiri seperti risiko operasi tambang atau risiko operasi drilling.
Sehebat apapun keahlian manusia dalam mengelola, risiko kegiatan drilling di industri minyak dan gas (migas) tetap tinggi. Seperti itulah DNA bisnisnya.
Risiko keuangan adalah jenis risiko terkait perusahaan mengelola portfolio utang mereka. Berbeda dengan risiko bisnis, risiko keuangan dapat diatur tergantung dari kecakapan tim manajemennya.
Bagaimana risiko dan potensi keuntungan bisnis renewable energy (energi terbarukan/ET) yang kini sedang jadi pusat perhatian di seluruh dunia?
Investasi di ET mempunyai risiko bisnis yang rendah karena kontraknya jangka panjang. Sehingga banyak institusi keuangan mau mendanai proyek ET. Lain halnya dengan eksplorasi migas yang memiliki risiko bisnis sangat tinggi.
Selain probabalitas keberhasilan eksplorasi hanya sekitar 20%, harga migas juga tergantung dari dinamika pasar dan percaturan politik dunia. Ini mengakibatkan hanya sedikit institusi keuangan yang mau mendanai eksplorasi di migas.
Karena bisnis ET adalah bisnis berisiko rendah, maka tingkat pengembalian modalnya juga rendah. Sebaliknya bisnis migas dengan tingkat risiko tinggi memberikan tingkat pengembalian modal yang lebih besar.
Apakah perusahaan migas siap berinvestasi di bisnis ET yang menawarkan margin keuntungan atau return on investment (ROI) yang lebih rendah?
Sebuah study di Amerika menyimpulkan bahwa cost of capital utk bisnis migas berada di sekitar 7%, sementara untuk perusahaan utility dan power di sekitar 4%.
Selain cost of capital yang tinggi, perusahaan migas berharap return on investment mereka sekitar 3.9% diatas cost of capital, sementara perusahaan utility dan power bisa menerima ROI sekitar 2.3% diatas cost of capital mereka.
Melihat data data di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, perusahaan migas yang mengalihkan sebagian bisnisnya ke ET harus rela dengan ROI lebih rendah. Kedua, jika perusahaan migas belum siap dengan return yang rendah, maka hanya sebagian kecil investasi mereka yang akan dialihkan ke bisnis ET.
Lalu, kenapa di banyak negara seperti di Eropa banyak perusahaan migas besar mulai memperbesar bahkan mengalihkan fokus bisnisnya ke ET? Apakah semata-mata karena ingin melihat bumi lebih bersih, sementara profit mereka terganggu. Atau ada faktor lain yang memaksa mereka untuk migrasi ke bisnis energi terbarukan?
Oleh: Arcandra Tahar [Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, 2016-2019]