Sekitar 600 jurnalis dari berbagai media seperti The Washington Post, BBC dan The Guardian melakukan penyelidikan terkait bocornya sekitar 11,9 juta dokumen dari 14 perusahaan jasa keuangan di seluruh dunia.
Penyelidikan yang dijuluki ‘Pandora Papers’ yang dilakukan oleh Konsorsium Internasional bagi Jurnalis Investigasi (ICIJ) itu melaporkan belasan kepala negara dan kepala pemerintah, telah memanfaatkan surga pajak di luar negeri untuk menyembunyikan aset ratusan juta dolar yang mereka miliki,
Sekitar 35 pemimpin dan mantan pemimpin yang tercatat dalam berbagai dokumen yang dianalisa oleh ICIJ, menghadapi berbagai tuduhan mulai dari korupsi hingga pencucian uang dan penghindaran pajak.
Di kebanyakan negara, ICIJ menekankan, memang tidak melanggar hukum untuk memiliki aset di luar negeri atau menggunakan perusahaan cangkang untuk melakukan bisnis di negara asing.
Baca Juga: Pinjaman Gelap China Bebani Ekonomi Negara Berkembang
Tapi pengungkapan semacam itu merupakan hal memalukan bagi para pemimpin yang mungkin secara terbuka berkampanye menentang penghindaran pajak dan korupsi, dan menyerukan upaya penghematan di dalam negeri.
Dokumen itu, dilansir dari AFP via VOA Indonesia, mengekspos bagaimana Raja Yordania Abdullah II menciptakan jaringan perusahaan di luar negeri dan surga pajak untuk mengumpulkan properti bernilai 100 juta dolar dari Malibu, California hingga Washington dan London.
Baca Juga: Bisnis Sukanto Tanoto dan Kerusakan Alam Indonesia
Kedutaan Yordania di Washington menolak berkomentar. Tapi BBC mengutip pengacara raja mengatakan semua propertinya dibeli dengan kekayaan pribadi, dan merupakan praktik umum bagi tokoh-tokoh terkemuka untuk membeli properti lewat perusahaan di luar negeri demi alasan privasi dan keamanan.
Tokoh-tokoh lain yang diungkap dalam penyelidikan itu termasuk keluarga Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev, Perdana Menteri Ceko Andrej Babis, mantan perdana menteri Inggris Tony Blair, orang-orang lingkaran dalam Perdana Menteri Pakistan Imran Khan, dan Presiden Kenya Uhuru Kenyatta.